SIMALUNGUN I Tribuneindonesia.com
Aroma busuk pengkhianatan terhadap keadilan kini menjalar pekat dari balik seragam aparat. Sebuah drama kelam penegakan hukum tersingkap, saat Aipda Reyvancius Sitio—oknum penyidik Unit Jatanras Polres Simalungun—resmi dilaporkan ke Propam Polda Sumatera Utara. Dalam laporan bernomor LP/B/1/1/2025/SPKT/POLRES SERIBU DOLOK, dia dituding bermain api dalam kasus besar penggelapan delapan unit mobil.
Tak hanya lamban, penyidikan disebut disabotase. Fakta-fakta penting diabaikan. Nama Rio Ligat Tambunan, yang berkali-kali muncul dalam kesaksian dan bukti transaksi, justru menghilang di balik bayang-bayang perlindungan misterius. Bukti kuat: rekening koran, transfer, dan pengakuan tersangka—semuanya mengarah ke Rio, namun sang penadah justru jadi DPO yang ‘kebal hukum’.
Lebih mencengangkan, kuasa hukum Begin Irfan Girsang dari Kantor Hukum Christian N. Nainggolan, S.H. & Rekan mengungkap
pertemuan gelap antara penyidik dan Rio di sebuah kafe di Jalan H. Adam Malik. Adegan seperti film noir: dua pria, satu di antaranya buronan, duduk tenang dengan aparat di ruang publik—seolah hukum bisa dinegosiasi.
Rio sudah dua kali diperiksa, namun tak satu pun tindakan hukum berarti menyentuhnya. Sementara SP2HP, hak dasar pelapor untuk mengetahui perkembangan kasus, diduga tak pernah diberikan. Pelanggaran terhadap Perkap No. 6 Tahun 2019 ini bukan sekadar kelalaian—tapi indikasi kuat adanya permainan bayangan di tubuh institusi yang seharusnya menjunjung hukum.
Desakan keras menggema. Kuasa hukum menuntut agar Kabid Propam segera memeriksa Aipda Reyvancius Sitio dan membongkar jaringan perlindungan yang mengurung kasus ini dalam kegelapan. Surat tembusan pun telah meluncur ke Presiden RI, Kapolri, hingga Kejaksaan Agung—pertanda kepercayaan publik pada penegak hukum berada di titik nadir.
Apakah kita masih hidup di negara hukum? Ataukah hukum kini dikunci rapat dalam ruang gelap penuh kepentingan?
Kebenaran sedang dicekik. Dan pelakunya mungkin saja mengenakan seragam
Ilham Tribuneindonesia.com