Aceh | TribuneIndonesia.com
Perilaku oknum TNI yang beringas terhadap rakyat sipil di Indonesia, terutama di Aceh, menunjukkan adanya kerusakan etika dan disiplin internal. Kasus-kasus seperti penganiayaan dan pembunuhan terhadap Imam Masykur di Jakarta, maupun Hasfiani alias Imam di Aceh Utara, bukan sekadar insiden sesaat, melainkan bagian dari pola yang berulang.
Kekerasan terhadap rakyat Aceh tidak muncul karena pelanggaran hukum. Dalam kasus konvoi Bendera Bulan Bintang, peserta yang sah secara hukum dihadang dan diintimidasi, bahkan mengalami penganiayaan fisik. Hal ini menunjukkan dendam historis masih tersimpan di beberapa oknum TNI dan memengaruhi cara aparat menegakkan hukum.
Paradoks perilaku TNI terlihat jelas ketika menghadapi kepentingan asing atau perusahaan besar. Saat puluhan WN Cina menyerang personel TNI di tambang emas Ketapang, Kalimantan Barat, aparat memilih menahan diri dan meredam eskalasi, padahal situasi bisa berbahaya. Sikap ini berbeda jauh dibandingkan dengan perlakuan terhadap rakyat sendiri, yang kerap dihadapi dengan kekerasan.
Lebih jauh, ada indikasi keterlibatan oknum TNI dalam membekingi perusahaan sawit dan tambang ilegal yang merusak hutan dan lingkungan. Perusahaan-perusahaan ini menyebabkan banjir bandang, merusak fasilitas publik, dan merugikan rakyat. Aparat seharusnya menjadi pelindung masyarakat dan alam, tetapi ada oknum yang membiarkan atau bahkan melindungi kepentingan bisnis agar proyek tetap berjalan. Pola ini memperlihatkan garang pada rakyat, lembut pada kepentingan asing dan bisnis, jauh dari profesionalisme yang seharusnya dijalankan.
Data dari berbagai laporan menunjukkan puluhan insiden kekerasan oknum TNI setiap tahun, dengan korban luka maupun tewas. Banyak kasus diproses internal militer sehingga publik sulit mengawasi. Fakta-fakta ini menunjukkan kerusakan struktural dan moral di tubuh TNI: disiplin lemah, kontrol etika tidak berjalan, dan dendam historis masih memengaruhi tindakan oknum.
Reformasi TNI menjadi kebutuhan mendesak. Aparat harus menegakkan hukum tanpa pilih kasih, menghentikan kekerasan terhadap rakyat, dan menghentikan praktik membekingi perusahaan yang merusak lingkungan. Rakyat berhak hidup aman dan terlindungi. Negara yang kuat bukan diukur dari seberapa garang aparat menghadapi rakyatnya sendiri, tetapi dari kemampuan menegakkan hukum dengan adil dan menjaga kedaulatan tanpa mengorbankan warganya maupun lingkungan hidup.(saiful)
















