Medan | TribuneIndonesia.com
Aroma kelam penelantaran pasien kembali tercium dari balik tembok megah Rumah Sakit Columbia Asia Aksara, Medan. Seorang pria berusia 57 tahun, Mangatur Silitonga, menjadi korban dugaan penyekapan tanpa perawatan, seolah-olah ia bukan pasien, melainkan tahanan utang.
Ironisnya, penahanan tersebut terjadi setelah dokter menyatakan Mangatur boleh pulang. Tidak ada obat, tidak ada tindakan medis lanjutan,hanya dinginnya dinding rumah sakit dan tagihan Rp30 juta yang belum terbayar. Dua hari lamanya ia “diparkir” tanpa kejelasan, seperti nyawa yang ditahan oleh sistem yang lebih mementingkan administrasi ketimbang kemanusiaan.
Ketua Umum TKN Kompas Nusantara dan Ketua Pagar Unri Prabowo-Gibran, Adi Warman Lubis, yang turun langsung ke lokasi, menyebut insiden ini sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Ini bukan administrasi. Ini penyekapan. Ini pelecehan terhadap hak hidup seorang pasien,” tegas Adi dengan nada bergetar penuh amarah, Kamis (12/6/2025).
Mangatur adalah peserta aktif asuransi Generali Indonesia dengan plafon pertanggungan Rp1 miliar per tahun. Perawatan pertama ditanggung penuh. Namun, saat perawatan kedua muncul tagihan Rp28 juta. Ketika dirawat untuk ketiga kalinya pada April, drama memilukan itu terjadi—saat tubuh lemah Mangatur tak lagi ditangani, tapi justru ditahan.
Istrinya bahkan harus meminjam uang dari rentenir untuk membayar separuh dari tagihan. Sisanya ditanggung Adi Warman, yang juga mencoba bernegosiasi langsung dengan pihak rumah sakit. Namun semua upaya itu berujung pada tembok dingin birokrasi yang tidak bergeming sedikit pun.
“Ini bukan rumah sakit, ini tempat penyekapan. Tidak ada obat, tidak ada perawatan, hanya ancaman untuk melunasi,” kata Adi geram.
Tak hanya RS Columbia Asia, Adi juga mengarahkan sorot tajam ke Generali Indonesia, yang dinilai gagal menjalankan kewajiban sebagaimana termaktub dalam polis.
“Polis menjamin satu miliar per tahun. Kenapa pasien masih dikejar puluhan juta? Ini mencederai kepercayaan rakyat terhadap industri asuransi,” lanjutnya.
Adi menyebut peristiwa ini bukan sekadar pelanggaran etik medis, tapi bentuk pelanggaran HAM berat. penahanan, penelantaran, dan pengabaian hak pasien atas hidup yang layak.
Ia pun menyerukan tindakan tegas dari Kementerian Kesehatan, OJK, dan aparat penegak hukum untuk menyelidiki hingga ke akar.
“Kalau terbukti, saya minta izin RS Columbia Asia dicabut. Negara harus hadir untuk rakyat kecil. Ini bukan negeri bagi para penagih utang berkedok layanan kesehatan,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjutan, Adi juga meminta audit menyeluruh terhadap Generali Indonesia. Jika praktik semacam ini dibiarkan, jutaan nyawa nasabah lainnya bisa berada di ujung tanduk.
“Jika tak ada itikad baik, kami siap bawa ini ke jalur hukum. Ini soal integritas institusi publik. Ini soal keadilan,” tutupnya.
Ilham Tribuneindonesia.com