Bitung, Sulut | Tribuneindonesia.com,
Kapal ikan KM. Sopi-01 mengalami mati mesin di tengah laut, memaksa Kapten Yobar Bakhtiar mengambil inisiatif darurat. Berasal dari Sari Kelapa, Bitung Timur, sang kapten memerintahkan anak buah kapal (ABK) untuk turun menggunakan kapal kecil (Pakura) guna membeli suku cadang mesin yang rusak. Senin (11/08/2025).
“Saat itu kapal baru beberapa mil dari daratan. Kami menunggu ABK yang kembali sekitar pukul 16.00 WITA, tetapi kapal mulai hanyut akibat ombak besar dan arus kencang,”
jelas Kapten Yobar.
Sementara itu, Kapal terus terbawa arus hingga melewati wilayah Batu Putih. Sekitar pukul 19.00 WITA, ABK kembali dengan membawa suku cadang dan segera melakukan perbaikan. Namun, kapal tetap hanyut hingga melihat sebuah rakit di depan mereka.
“Kapten meminta izin mengikat kapal sementara di rakit itu karena mesin masih diperbaiki. Penjaga rakit mengizinkan bahkan sempat naik ke kapal. Kami memberikan rokok dan makanan sebagai tanda terima kasih,”
tutur kapten Yober didepan awak media.
Tak hanya itu, Tanpa disadari, kapal telah hanyut hingga 6 mil dari zona yang diizinkan (715), masuk ke wilayah 716 (Sangihe). Saat itulah petugas keamanan laut mendatangi mereka.
Meski telah menjelaskan situasi darurat, petugas bersikeras menuduh kapal melakukan penangkapan ikan di zona terlarang. Padahal, mesin baru saja berhasil diperbaiki dan kapal bisa dinyalakan kembali.
“Kami dipaksa ikut ke darat dengan alasan pelanggaran. Padahal, ini murni keadaan darurat, bukan kesengajaan,”
protes Kapten Yobar.
Kapal kemudian ditarik ke Pelabuhan KKP dan ditahan selama dua bulan. Meski dokumen sudah dikembalikan dan Surat Peringatan (SP-1) dikeluarkan pada 25 Juli, kapten menolak membawa kapal keluar.

Pasalnya, Setelah diperiksa, sejumlah barang berharga di kapal hilang, antara lain:
– Parasut (1 buah)
– Lampu sorot (2 buah)
– Radio ICOM Type 178 (1 buah)
– Aki 100 Ampere (3 buah)
– Tabung gas 12 kg (4 buah)
– Gurinda (1 buah)
– Solar (±400 liter)
Total kerugian diperkirakan mencapai Rp50 juta. Yang lebih mengejutkan, sebelumnya KKP sempat meminta “tebusan” Rp11 juta, namun tiba-tiba naik menjadi Rp50 juta.
Pemilik kapal marah dan bilang, “Ambil saja kapalnya!” ujar Kapten Yobar.
Diketahui, Kapten dan pemilik kapal menuntut pertanggungjawaban KKP atas hilangnya barang-barang tersebut.
“Penjagaan pelabuhan ketat, ada CCTV dan security 24 jam. Bagaimana bisa barang hilang?”
tanya Kapten Yobar.
Meski sempat meminta rekaman CCTV, pihak KKP mengaku perangkatnya rusak. ABK juga tidak bisa menjaga kapal terus-menerus karena harus mencari nafkah.
“Kami hanya ingin keadilan. Selama dua bulan, kami tidak bisa melaut dan kini menghadapi kerugian besar,”
tegas Kapten Yobar.
Disisi lain, Kasus kasus tersebut memunculkan pertanyaan serius, apakah benar ada aturan penahanan kapal nelayan selama dua bulan? Nelayan seperti Kapten Yobar menjadi korban kebijakan yang justru merugikan mata pencaharian mereka.
Hingga kini, pihak KKP belum memberikan klarifikasi resmi terkait tuduhan pemerasan dan hilangnya barang-barang di KM. Sopi-01. (Kiti)
















