PANDEGLANG|Tribuneindonesia.com
Konferensi pers yang digelar di Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Pandeglang terkait dugaan pungutan liar (pungli) dalam penyaluran PKH dan BPNT di Desa Cipinang berakhir dengan tanda tanya besar. Tiga pihak utama yang seharusnya memberikan klarifikasi—DPMPD Pandeglang, Kepala Desa Cipinang, dan perangkat desanya—justru tidak hadir.
Padahal, konferensi pers tersebut diinisiasi oleh gabungan lembaga kontrol sosial dan organisasi pers, yakni GWI, AWDI, Lembaga Investigasi Negara (LIN), serta Barisan Rakyat Anti Penindasan (BARA API). Agenda itu dijadwalkan untuk membuka ruang penjelasan resmi mengenai beragam laporan masyarakat terkait dugaan penyimpangan bansos, mulai dari penarikan tanpa struk, penggunaan EDC dari luar kecamatan, ATM KPM yang digesek terlebih dahulu, hingga dugaan adanya pungli pada setiap pencairan bantuan.
Namun, alih-alih memberikan keterangan, pihak yang paling ditunggu menghilang tanpa alasan jelas.
“Kami menunggu mereka. Tapi sampai konferensi selesai, tidak ada satu pun dari DPMPD ataupun pemerintah Desa Cipinang yang hadir,”
ujar Ketua GWI DPC Pandeglang, Raeynold Kurniawan, dengan nada kecewa.
Menurut Raeynold, ketidakhadiran pihak-pihak tersebut justru menambah panjang daftar pertanyaan publik.
“Ini bukan hanya soal bansos. Ini soal tanggung jawab dan transparansi. Ketika masyarakat mengadu, pihak terkait seharusnya datang memberi penjelasan, bukan menghilang,” tegasnya.
Ketua BARA API Pandeglang, Andi Irawan, juga menyayangkan absennya pihak desa dan DPMPD.
“Kami bukan mencari-cari kesalahan. Tapi ketika rakyat mengeluh, pejabat yang bertugas harus hadir. Absen seperti ini justru memunculkan kesan seolah ada sesuatu yang sengaja ditutupi,” katanya.
Hal senada disampaikan Ketua LIN Pandeglang, A. Umaedi, yang menilai bahwa ketidakhadiran tersebut menghambat proses klarifikasi terbuka.
“Kami datang membawa suara masyarakat. Kalau DPMPD dan pemerintah desa tidak hadir, bagaimana publik mendapatkan jawaban? Transparansi tidak bisa dibangun dengan diam,” ujarnya tajam.
Sekjen AWDI DPC Pandeglang, Jaka Somantri, menambahkan bahwa konferensi pers ini bukan panggung untuk menyerang pihak mana pun.
“Kami hanya ingin mendengar langsung klarifikasi dari pihak yang berwenang. Ketika mereka tidak datang, wajar jika masyarakat bertanya-tanya,” ucapnya.
Suasana konferensi pers di Dinsos pun berlangsung ‘pincang’
karena pihak yang berwenang menangani pemerintahan desa (DPMPD) dan otoritas desa Cipinang tak hadir untuk memberikan jawaban.
Sementara itu, Dinas Sosial yang menjadi tuan rumah konferensi pers hanya memberikan keterangan terbatas dan enggan menjawab sejumlah pertanyaan mendalam karena menilai sebagian permasalahan berada pada ranah DPMPD dan pemerintah desa.
“Harusnya DPMPD dan Desa Cipinang ada di sini, karena pangkal masalahnya banyak terkait pengawasan desa dan kinerja aparatnya,” ujar salah satu peserta konferensi pers.
Hingga berita ini diterbitkan, DPMPD Pandeglang, Kepala Desa Cipinang, maupun perangkat desa terkait belum memberikan pernyataan resmi mengenai ketidakhadiran mereka dalam agenda klarifikasi publik tersebut.
Ketidakhadiran ini bukan hanya disorot, tetapi juga memunculkan pertanyaan besar:
Mengapa pihak yang paling bertanggung jawab justru absen saat masyarakat menuntut kejelasan?
Publik kini menunggu langkah berikutnya, termasuk sikap DPMPD dan Pemerintah Desa Cipinang, apakah mereka akan segera menyampaikan klarifikasi atau terus membiarkan masalah ini menggantung di ruang publik.”(Tim/red)















