Medan | TribuneIndonesia.com
Lahan bekas Pasar Aksara yang dulu menjadi nadi ekonomi rakyat kecil kini berubah menjadi arena bisnis mewah yang mengangkangi keadilan sosial. Di atas abu tragedi kebakaran 2016, berdiri megah kafe elit tanpa izin jelas, tanpa rasa malu. Rakyat yang dulu menggantungkan hidup dari pasar itu kini justru diabaikan, ditendang, dan dihinakan.
Ketua Umum TKN Kompas Nusantara, Adi Warman Lubis, mengecam keras pembangunan kafe yang diduga ilegal di atas lahan milik Pemko Medan. Ia menuding pemerintah kota tutup mata terhadap penjarahan aset publik secara terang-terangan.
“Tak ada plang PBG, tak terlihat AMDAL. Ini proyek penuh kebusukan hukum!” serunya garang, Sabtu (7/6/2025).
Menurutnya, pengawasan dari Pemko Medan dan DPRD Kota Medan nyaris tidak ada, seolah ada pembiaran sistematis terhadap pelanggaran ini.
“Lahan itu milik Pemko! Tapi sekarang jadi kafe mewah? Ini pengkhianatan! DPRD jangan diam! Kami desak panggil semua pihak: PUD Pasar, investor, bahkan wali kota sendiri!” ujarnya.
Wali Kota Medan Disindir Pasif dan Abai
Adi mengecam sikap pasif Wali Kota Medan yang tak kunjung bertindak meski sempat berjanji akan meninjau langsung lokasi.
“Bilang mau turun, tapi kenyataannya nol besar! Ini bukan cuma kelalaian, ini pembiaran atas penderitaan rakyat!” katanya, geram.
Ancaman Aksi Massa 750 Pedagang Siap Turun ke Jalan!
Jika tidak ada tindakan tegas, TKN Kompas Nusantara menyatakan siap menggerakkan massa besar-besaran, termasuk 750 eks pedagang Aksara yang sejak 2016 hidup dalam ketidakpastian.
“Tanah kami dijadikan lahan bisnis elite, kami malah dibuang ke tempat tak layak. Ini ketidakadilan telanjang!” teriak Adi.
Adi juga menyingkap bahwa kerja sama dengan PT Aksara Jaya Indah sudah berakhir sembilan tahun lalu. Namun aktivitas komersial tetap berlangsung—tanpa kontribusi apa pun ke kas daerah.
“Rakyat tidak bodoh! Kami tahu dan kami akan lawan!”
“Pasar Mati, Kafe Elit Hidup” Simbol Penghinaan pada Rakyat Keci
Alih-alih membangun kembali pasar rakyat, lahan Aksara justru disulap menjadi tempat hiburan elite.
“Pasar baru sepi, tak sampai 10% terisi. Tapi kafe elit ramai! Ini bukan kebijakan, ini penghinaan terhadap rakyat!” tegas Adi.
Jeritan Pedagang yang TerluntaLunta
H. Pimpin Lubis, korban kebakaran dan pedagang lama Pasar Aksara, menuturkan kesedihannya yang mendalam
“Sembilan tahun kami terlunta-lunta. Pasar pengganti hanya formalitas. Kami ingin hak kami kembali!”
Ia menolak keras jika lahan Aksara diserahkan kepada investor swasta.
“Kami bukan pengemis. Kami korban kebakaran. Kalau pemerintah tak melindungi kami, jelas ada yang salah dalam kepemimpinan ini!”
Aksara Luka Terbuka yang Belum Sembuh
Tragedi kebakaran Pasar Aksara 2016 masih membekas. Lebih dari 800 pedagang kehilangan segalanya. Tapi kini, di atas luka itu, justru tumbuh bisnis mewah yang tak berpihak.
“Api membakar harapan kami. Tapi kami tetap ingin berdagang secara sahbukan menjadi korban kerakusan elite!” tutup Pimpin Lubis.
Tribuneindonesia.com