Deli Serdang | TribuneIndonesia.com
Sebuah aksi teror media menggemparkan Pemerintahan Desa Tumpatan Nibung, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang. Kepala Desa Tumpatan Nibung, Sarianto, menerima rilisan berita bernada fitnah dan intimidasi yang dikirimkan oleh salah satu media online secara sepihak dan tanpa konfirmasi.
Rilisan yang dinilai tendensius itu memuat judul provokatif “Kepala Desa Tumpatan Nibung Tidak Pernah Berada di Tempat”, yang dikutip dari pernyataan seorang warga bernama M. Herbiansyah Siregar.
Ironisnya, M. Herbiansyah Siregar,tokoh masyarakat sekaligus pemerhati jurnalistik,justru membantah dan mengecam keras penyebaran berita tersebut.
“Rilisan berita itu dipakai tidak semestinya. Ini bisa menjadi alat untuk mencemarkan nama baik. Penyebarannya tanpa izin dan tanpa klarifikasi adalah pelanggaran etika jurnalis, bahkan bisa berdampak hukum,” tegas Herbiansyah.
Ia menambahkan, pengiriman informasi elektronik bernuansa ancaman atau intimidasi secara pribadi termasuk dalam pelanggaran Pasal 29 UU ITE, yang dapat dijerat sanksi pidana.
Praktisi Hukum, Ini Sudah Masuk Karakter Assassination
Firnando Pangaribuan, SH, MH, seorang praktisi hukum dan tokoh masyarakat, turut angkat suara. Ia menyebut tindakan pengiriman rilisan berita yang menyerang pribadi adalah bentuk penyalahgunaan media yang berbahaya.
“Ini bukan lagi kritik, tapi sudah masuk ranah character assassination. Jika digunakan untuk menakut-nakuti seseorang secara personal, ini pelanggaran berat. Negara punya hukum untuk itu,” ujar Firnando.
Pemerintah Desa Melawan,Akan Tempuh Jalur Resmi
Pemerintah Desa Tumpatan Nibung melalui Sekretaris Desa (Sekdes) dan Kepala Urusan (Kaur) menanggapi keras isi rilisan yang dianggap menyesatkan dan mencoreng citra desa.
“Kades kami aktif dan selalu berada di tempat saat dibutuhkan. Pernyataan bahwa beliau tidak pernah di tempat adalah fitnah dan sangat merugikan,” tegas mereka.
Pihak desa menyatakan akan menyusun sanggahan resmi dan membawa persoalan ini ke Dewan Pers serta Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai langkah hukum dan etis.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa media tidak boleh digunakan sebagai senjata propaganda atau alat teror psikologis. Kebebasan pers harus tetap dalam koridor etika dan tanggung jawab profesional.
Ilham Tribuneindonesia.com