Medan | Tribuneindonesia.com
Hingga kini, belum ada kejelasan hukum atas peristiwa tragis dugaan penembakan terhadap dua anak di bawah umur oleh Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Oloan Siahaan, yang menyebabkan satu korban tewas dan satu lainnya luka berat. LBH Medan mengecam keras lambannya penegakan hukum dalam kasus ini dan menilai bahwa ini merupakan dugaan kuat extra judicial killing—pembunuhan di luar proses hukum yang merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
Penonaktifan Bukan Solusi – Tuntut Pertanggungjawaban Nyata
Penempatan AKBP Oloan Siahaan dalam status nonaktif dan penempatan khusus (Patsus) di Mabes Polri bukanlah bentuk pertanggungjawaban hukum, melainkan justru mempertegas dugaan impunitas dalam tubuh Polri.
LBH Medan menegaskan bahwa tindakan tersebut adalah tindak pidana berat dan harus diproses secara hukum pidana dan etik secara terbuka, objektif, dan menyeluruh.
Tindakan Melanggar Banyak Aturan Hukum
Peristiwa ini melanggar berbagai ketentuan hukum, antara lain
Hak atas hidup (UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan sanksi pidana diperberat jika korban adalah anak
Kode Etik Profesi Polri (Perkap No. 14 Tahun 2011), dengan ancaman Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH)
Temuan KontraS Sumut: Indikasi Manipulasi Fakta
Investigasi oleh KontraS Sumut mengungkap sejumlah pelanggaran serius:
Penggunaan senjata api oleh Kapolres diduga melanggar prinsip penggunaan kekuatan kepolisian.
Penembakan tidak menyelesaikan konflik, malah melahirkan pelanggaran HAM baru.
Diduga ada upaya sistematis menggiring opini publik guna membenarkan kekerasan dan membungkam tuntutan keadilan.
LBH Medan menyebut ini bukan sekadar konflik narasi, tetapi pengkhianatan terhadap keadilan dan akuntabilitas publik.
Apresiasi untuk Kapolda Sumut, Tapi Harus Dilanjutkan
Langkah cepat Kapolda Sumut dalam menonaktifkan AKBP Oloan patut diapresiasi. Namun, munculnya narasi yang menyudutkan tindakan ini harus dicurigai sebagai upaya normalisasi kekerasan oleh aparat, yang tidak boleh dibiarkan.
Direktur LBH Medan, Irvan Syahputra, menegaskan bahwa tindakan Oloan Siahaan telah mencoreng institusi kepolisian.
“Tembakan yang menewaskan satu anak dan melukai satu lainnya adalah tindakan kriminal. Ini harus diusut tuntas dan tidak boleh berhenti di penonaktifan semata,”tegasnya.
Pelanggaran Hukum Nasional dan Internasional
Tindakan AKBP Oloan Siahaan diduga melanggar:
UUD 1945
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
KUHP
Perkap No. 1 Tahun 2009 (Penggunaan Kekuatan)
Perkap No. 8 Tahun 2009 (Standar HAM dalam Tugas Polri)
Deklarasi Universal HAM (DUHAM)
ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik)
TUNTUTAN TEGAS LBH MEDAN
LBH Medan secara resmi menuntut.
Kapolda Sumatera Utara dan Divisi Propam Mabes Polri segera umumkan hasil pemeriksaan secara terbuka dan akuntabel.
AKBP Oloan Siahaan dijatuhi sanksi etik berat berupa PTDH atas pelanggaran hak hidup anak.
Proses pidana segera dijalankan, sesuai UU Perlindungan Anak jo KUHP, tanpa perlindungan atau tebang pilih.
Libatkan Komnas HAM, KPAI, dan Ombudsman RI secara aktif dalam pengawasan proses hukum untuk menjamin objektivitas dan keadilan.
Negara wajib menjamin hak-hak korban dan keluarga atas:
Kebenaran
Keadilan
Pemulihan
Jaminan ketidakberulangan
JANGAN ADA LAGI DARAH ANAK TUMPAH TANPA KEBENARAN
USUT TUNTAS – ADILI PELAKU HENTIKAN IMPUNITAS
Keadilan untuk korban bukan pilihan. Ini kewajiban negara.
Ilham Tribuneindonesia.com