Mdan | TribuneIndonesia.com
Kasus penganiayaan brutal hingga menyebabkan kematian kembali mengguncang Kota Medan. Seorang pekerja panglong tewas bersimbah darah setelah dianiaya oleh dua orang pria yang ternyata adalah ayah dan anak kandung.
Keduanya kini resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polsek Sunggal. Mereka adalah TP (45), sang ayah yang juga merupakan residivis kasus pencurian, dan HS (20), anak kandungnya. Mirisnya, hasil tes urine menunjukkan keduanya positif mengonsumsi narkoba.
Perkara ini diungkap langsung oleh Kapolrestabes Medan, Kombes Pol. Gidion Arif Setyawan, S.I.K., S.H., M.Hum dalam konferensi pers di Mapolsek Sunggal, Jalan Tahi Bonar Simatupang, Selasa (15/07/2025). Ia didampingi Kapolsek Sunggal, Kompol Bambang G. Hutabarat, S.H., M.H, serta Kanit Reskrim, AKP Budiman Simanjuntak, S.E., M.H.
“Ini sangat memprihatinkan. Ketika masalah sepele tak diselesaikan secara bijak, malah memilih kekerasan. Akibatnya, satu nyawa melayang sia-sia,” tegas Kombes Gidion.
Korban diketahui bernama Wahyu Agung Pranata (28), yang ditemukan meninggal dunia dengan luka tusukan di leher dan luka pada kening pada Jumat, 4 Juli 2025. Motif pembunuhan bermula dari persoalan uang ponsel yang dipicu adu mulut saat korban bersama rekannya, Reza, mendatangi rumah HS di Jalan Besar Tanjung Selamat, Sunggal, Deli Serdang, Senin (30/06/2025).
Menurut penyelidikan, pertemuan itu mulanya hanya untuk menagih uang. Namun, situasi memanas dan berujung perkelahian. HS dan ayahnya, TP, lalu diduga kuat menggunakan pisau dan obeng untuk melukai korban secara membabi buta hingga meregang nyawa.
“Persoalannya berawal dari hal kecil, tetapi tak kunjung selesai. Mereka memilih kekerasan. Itu yang membuat korban kehilangan nyawa,” lanjut Kapolrestabes.
Barang bukti berupa satu pisau dan satu obeng telah diamankan polisi. Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHPidana tentang pembunuhan berencana dan pembunuhan biasa.
Kapolrestabes juga mengimbau masyarakat agar menghindari kekerasan dalam menyelesaikan konflik pribadi.
“Gunakan perangkat lingkungan, aparat, atau kepolisian sebagai mediator. Jangan jadikan kekerasan sebagai jalan keluar,” pesannya.
Kini, ayah dan anak yang seharusnya menjadi pelindung dan panutan di keluarga justru harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi.
Ilham TribuneIndonesia.com
















