Medan | TribuneIndonnesia.com-Ketua Umum TKN Kompas Nusantara, Adi Warman Lubis, kembali menggugat keras kinerja Polrestabes Medan. Ia menyoroti mandeknya laporan polisi kedua yang ia ajukan terkait dugaan penipuan dan penggelapan dalam barter tanah, mobil, dan pakaian, serta adanya indikasi permainan oknum di balik penghentian kasus tersebut.
“Kami sangat menyayangkan sikap penyidik Unit Harda yang terkesan abai. Semua saksi sudah diperiksa, tapi kasus tetap mandek. Ini jelas patut dicurigai ada sesuatu yang ditutup-tutupi,” tegas Adi kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).
Kronologi bermula dari kesepakatan barter sebidang tanah seluas 1 hektare di Rantau Panjang dengan uang tunai Rp50 juta, mobil Suzuki Escudo tahun 1995, dan 10.000 potong pakaian. Namun, pakaian yang diterima hanya 6.000 potong dalam kondisi rusak dan tak layak jual. Adi mengembalikan seluruh barang, namun tidak ada penggantian sebagaimana dijanjikan.
Somasi dari tim hukumnya diabaikan, hingga ia melaporkan kasus ini secara resmi ke Polrestabes Medan pada Maret 2023. Meski seluruh saksi dan terlapor telah diperiksa, penyidik justru mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan tidak cukup bukti.
“Ini tidak masuk akal. Bukti lengkap, pengakuan ada, semua prosedur sudah dilalui. Tapi malah dihentikan. Saya menduga ada intervensi atau lobi gelap di balik keputusan ini,” ungkap Adi dengan nada geram.
Pada 29 April 2025, Adi mengajukan LP kedua, namun kembali menemui jalan buntu. Ia menuding adanya campur tangan oknum berinisial Y, yang sebelumnya juga disebut-sebut sebagai ‘penghubung’ dengan terlapor.
“Saya konfirmasi ke Y, dan dia malah jawab enteng: ‘Kalau saya salah, saya minta maaf.’ Ini menunjukkan ada peran aktifnya dalam kasus ini. Saya tak akan diam,” tegas Adi.
Lebih lanjut, ia mendesak Kapolrestabes Medan, Kapolda Sumut, hingga Kapolri untuk segera turun tangan mengevaluasi integritas penyidik di lapangan. Adi juga mengungkapkan bahwa laporan masyarakat mengenai lemahnya penindakan hukum di Polrestabes terus berdatangan.
“Kasus di Unit PPA misalnya, surat penangkapan sudah dua kali keluar, tapi pelaku belum juga ditangkap. Korban sampai frustrasi bilang, ‘Percuma bang, saya orang kecil.’ Ini bukti bahwa krisis kepercayaan publik makin nyata,” ujarnya lirih.
Meskipun kecewa, Adi menegaskan bahwa dirinya masih percaya pada Polri sebagai institusi, namun menolak jika keadilan terus dikorbankan oleh ulah segelintir oknum.
“Saya hormat pada institusi Polri. Tapi jika hukum terus dibungkam, saya tak akan diam. Saya siap turun bersama rakyat untuk menuntut keadilan. Ini bukan semata soal saya, ini soal masa depan hukum kita,” pungkasnya penuh semangat.
Ilham TribuneIndonesia.com