Batang Kuis | TribuneIndonesia.com —
Dugaan intervensi PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) dalam pelaksanaan Konstatering (pencocokan objek eksekusi) di Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, menuai kecaman keras. Tindakan perusahaan pelat merah tersebut dinilai sebagai bentuk penghadangan terhadap pelaksanaan hukum yang sudah berkekuatan tetap (inkracht).
Padahal, perkara hukum yang hendak dieksekusi itu tidak melibatkan PTPN I sama sekali. Berdasarkan data resmi dari laman Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, perkara dengan Nomor 455/Pdt.G/2024/PN Lbp telah terdaftar sejak 27 Agustus 2024 dengan klasifikasi Perbuatan Melawan Hukum (PMH), antara Edi Priatno, S.H. (penggugat) melawan Sunaryo alias Kelik, Basra, dan Supriadi alias Adi Bengkel (tergugat).
Objek perkara tersebut merupakan aset pribadi milik klien secara sah dan legal, bukan tanah milik masyarakat maupun aset PTPN. Namun, ketika tim eksekusi hendak menjalankan perintah pengadilan, PTPN I justru muncul dan mengklaim sepihak lahan tersebut, bahkan diduga menurunkan kelompok orang tak dikenal (OTK) untuk menggagalkan proses hukum.
“Kalau memang PTPN merasa punya dasar hukum, silakan buktikan di pengadilan. Bukan dengan menurunkan preman untuk menakut-nakuti petugas dan menghalangi tugas negara,”
tegas Sucipto, S.H., M.H., selaku Kuasa Hukum pemilik sah aset dari Kantor Hukum Sucipto, S.H., M.H. & Associates, Selasa (14/10/2025).
Menurut Sucipto, tindakan PTPN I bukan hanya tidak etis secara hukum, tetapi juga mempermalukan marwah BUMN. Ia menilai langkah itu sebagai bentuk nyata arogansi korporasi pelat merah yang justru mencederai supremasi hukum.
‘PTPN I telah bertindak di luar batas kewenangan. Ini bukan pembelaan aset negara, tapi penghadangan terhadap eksekusi hukum yang sah. Kalau seperti ini dibiarkan, sama artinya negara tunduk pada tekanan korporasi,”
ujarnya tegas.
Sucipto menegaskan, pelaksanaan Konstatering merupakan bagian resmi dari mekanisme pengadilan, bukan kegiatan liar. Maka, siapa pun yang berupaya menghalanginya dapat dikategorikan menghalangi proses hukum dan berpotensi melanggar hukum pidana.
“Kita akan laporkan tindakan ini. Jangan sampai ada pihak yang mengaku di atas hukum hanya karena membawa nama BUMN. Hukum bukan panggung kekuasaan, dan negara tidak boleh kalah oleh mafia berseragam korporasi,”
sambungnya dengan nada keras.
Kantor Hukum Sucipto, S.H., M.H. & Associates menegaskan akan mengawal pelaksanaan Konstatering dan eksekusi hingga tuntas, serta menyerukan kepada aparat penegak hukum untuk tidak gentar menghadapi tekanan dari pihak mana pun, termasuk perusahaan pelat merah.
“Bila hukum tunduk pada tekanan korporasi, itu bukan lagi negara hukum — tapi negara kekuasaan. Dan kami tidak akan diam melihat hukum dilecehkan atas nama kekuatan modal,”
tutup Sucipto.
TribuneIndonesia.com















