Banda Aceh | TribuneIndonesia.com
Tukang lokal di Aceh kini menghadapi tantangan serius akibat persaingan tidak sehat dengan pekerja luar daerah. Ketua Umum Persatuan Tukang Aceh, Nazli Salya, dan Ketua PENA PUJAKESUMA, Purn TNI Zulsyafri, menyoroti sejumlah persoalan yang menekan keberlangsungan para pekerja lokal, mulai dari persaingan harga, kedisiplinan waktu, hingga rendahnya penerapan keselamatan kerja.
“Selama ini stigma yang berkembang seolah para tukang Aceh malas. Padahal bukan malas, hanya soal manajemen waktu yang perlu dibenahi. Hasil pekerjaan mereka tetap rapi dan kokoh,” ujar Nazli, Rabu (10/9/2025).
Nazli menegaskan bahwa kualitas tukang Aceh tidak kalah dibanding pekerja dari luar daerah. Bahkan, banyak di antara mereka memiliki spesialisasi tersendiri yang dibuktikan dengan sertifikasi keahlian. Namun, stigma negatif yang melekat ditambah dengan praktik banting harga membuat posisi tukang lokal semakin terdesak.
Hal senada disampaikan Ketua PENA PUJAKESUMA, Purn TNI Zulsyafri. Ia menilai praktik banting harga oleh pekerja luar daerah sangat merugikan. “Tarif tukang kita sudah mengikuti aturan pemerintah. Tapi ada yang datang dari luar ambil proyek dengan harga di bawah standar. Ini harus ada pengawasan dan standarisasi dari pemerintah Aceh,” tegasnya.
Kedua tokoh tersebut berharap pemerintah dan kontraktor tidak mengesampingkan tenaga kerja lokal dalam setiap proyek pembangunan di Aceh. Mereka menegaskan, tukang lokal hanya membutuhkan pembinaan serta kesempatan yang adil untuk menunjukkan kemampuan.
“Kami mengajak semua pihak untuk bersinergi dan membangun bersama dengan tukang Aceh, demi kesejahteraan bersama dengan semboyan tanggap dan peduli pada kami,” pungkas Nazli dan Zulsyafri. (##)

















