Takengon | TribuneIndonesia.com
Kebakaran hutan dan lahan kembali melanda kawasan Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Setelah sebelumnya api menghanguskan area pegunungan dan lahan di wilayah Genting Kanis serta Peku, kali ini giliran kawasan Gunung Bor, Telege Tujuh, dan Weh Telam yang dilaporkan terbakar dalam beberapa hari terakhir. Diperkirakan, lebih dari 100 hektare lahan telah dilalap si jago merah.
Kondisi ini semakin memprihatinkan karena api belum berhasil dipadamkan. Titik-titik api baru bahkan mulai muncul di lokasi yang didominasi oleh kebun warga, terutama kebun kopi yang kini memasuki masa panen. Asap tebal dan suhu panas menyelimuti sejumlah area, mengganggu aktivitas warga dan mengancam kelangsungan mata pencaharian petani.
Warga setempat menyampaikan kekhawatiran mendalam atas musibah yang terus berulang saban tahun. Selain menimbulkan kerugian materi yang tidak sedikit, kebakaran hutan juga merusak ekosistem alam dan menyulitkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
“Kami mohon aparat penegak hukum (APH) bertindak tegas. Jangan hanya karena alasan ‘tidak disengaja’, lalu hukum seolah tak berlaku. Ini sudah sangat merugikan,” tegas salah seorang warga Toweren yang enggan disebutkan namanya.
Masyarakat mendesak agar pihak berwenang tidak hanya bersikap reaktif, tetapi juga melakukan investigasi mendalam terhadap penyebab kebakaran. Mereka juga meminta agar pelaku pembakaran, baik disengaja maupun karena kelalaian, dapat dikenai sanksi hukum secara adil dan tegas.
Hingga berita ini diturunkan, api di beberapa titik masih belum berhasil dipadamkan. Akses jalan yang sulit, kondisi medan yang terjal, serta keterbatasan peralatan menjadi tantangan utama dalam proses pemadaman. Warga dan petugas hanya bisa berharap agar angin tidak memperparah penyebaran api, sementara upaya pemadaman terus dilakukan secara manual.
Pemerintah daerah bersama instansi terkait diharapkan segera mengambil langkah cepat, baik dalam hal pemadaman, evakuasi warga terdampak, maupun upaya preventif agar kejadian serupa tidak terus berulang di masa mendatang.
(Dian Aksara – Tribune Indonesia Takengon)















