Oleh : Chaidir Toweren
TribuneIndonesia.com
Janji Bupati Bireuen, H Mukhlis, SH, pada Juli 2025 lalu sempat menjadi sorotan nasional. Ia berani menyatakan tidak akan membeli mobil dinas selama lima tahun masa jabatannya. Uang yang biasanya digunakan untuk membeli fasilitas mewah pejabat itu, katanya, akan dialihkan untuk membangun 40 unit rumah duafa. Sebuah pernyataan yang kala itu mendapat tepuk tangan rakyat, bahkan dianggap sebagai terobosan moral seorang pemimpin.
Namun, setelah lebih dari dua bulan berlalu, publik mulai mempertanyakan, ke mana perginya janji tersebut? Pasalnya, dalam dokumen APBK Perubahan 2025, tidak terlihat adanya pos anggaran jelas untuk pembangunan rumah duafa yang dikaitkan dengan pengalihan dana mobil dinas. Di sinilah benang merah antara janji politik dan realitas anggaran mulai retak.
Aktivis masyarakat Bireuen, dengan keras meminta kejelasan. Ia menuntut agar Bupati segera membuka data resmi: berapa anggaran yang dialihkan? Berapa unit rumah yang sudah dianggarkan? Dan apakah janji itu benar-benar masuk dalam APBK-P atau hanya berhenti di ruang konferensi pers? “Kalau benar sudah ketuk palu, sampaikan ke publik. Kalau tidak, jangan biarkan rakyat hidup dengan janji kosong.
Lebih jauh, isu yang beredar semakin meruncing, ada dugaan pembangunan rumah untuk Kajari Bireuen senilai Rp2 miliar. Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar, apakah uang rakyat justru lebih diprioritaskan untuk kebutuhan pejabat ketimbang rakyat miskin? Bila benar demikian, maka wajar bila publik merasa dikhianati.
Di sinilah letak persoalan serius, transparansi anggaran. Sebagai daerah yang sering menghadapi sorotan terkait kemiskinan, Bireuen tidak bisa bermain-main dengan janji populis. Dokumen anggaran daerah adalah kontrak politik nyata antara pemerintah dengan rakyat. Jika janji mengalihkan anggaran mobil dinas tidak termaktub dalam APBK-P, maka artinya janji itu hanya gimmick politik semata.
Pertanyaan kunci yang harus dijawab Bupati:
- . Berapa nilai anggaran mobil dinas yang resmi dialihkan?
- Masuk ke pos mana dana tersebut dalam APBK-P 2025?
- Kapan realisasi pembangunan 40 rumah duafa dimulai?
- Benarkah ada alokasi Rp2 miliar untuk rumah Kajari Bireuen, dan atas dasar apa itu disetujui?
Tanpa jawaban transparan, isu ini akan terus berkembang menjadi krisis kepercayaan. Rakyat Bireuen bukan sekadar menagih rumah duafa, mereka sedang menguji konsistensi seorang kepala daerah dalam menjalankan amanah. Sebab sejarah politik di negeri ini sudah terlalu sering diwarnai oleh janji yang manis di awal, namun pahit di ujungnya.
Bupati Mukhlis masih punya ruang untuk membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar pemimpin yang pandai merangkai kata-kata. Tetapi waktu terus berjalan. Setiap hari keterlambatan membuka data dan merealisasikan janji hanya akan memperkuat kesan bahwa komitmen itu hanyalah fatamorgana.
Di mata rakyat kecil, janji yang tidak ditepati sama nilainya dengan pengkhianatan. Dan pengkhianatan itu, kelak, akan ditagih bukan hanya di ruang publik, tapi juga di ruang sejarah. (##)















