Morowali | TribuneIndonesia.com-Tanam tumbuh milik masyarakat di Blok MBB1, Desa Ululere, Kecamatan Bungku Timur, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, nyaris musnah akibat aktivitas pertambangan PT Vale Indonesia Tbk. Kondisi itu memantik kemarahan Ir. Gusti Riadi yang mendesak Kementerian Kehutanan segera turun tangan sebelum persoalan ini berubah menjadi konflik horizontal di lapangan.
Ir. Gusti Riadi menyampaikan kekesalannya saat meninjau langsung dan mengambil titik koordinat sisa tanaman tumbuh miliknya di lokasi, Sabtu (18/10/2025). Ia tak dapat menyembunyikan kekecewaannya setelah melihat tanaman hasil jerih payahnya kini tertimbun dan hilang akibat aktivitas alat berat perusahaan tambang nikel raksasa tersebut.
“Tanaman kami sudah hampir tak tersisa, hilang tertimbun oleh aktivitas PT Vale. Ini sudah tidak benar. Mereka tidak bisa lagi membedakan mana tanaman yang kami tanam dan mana yang tumbuh liar dari hutan. Semua diratakan oleh alat berat sebelum ada penyelesaian,” tegas Gusti dengan nada geram.
Ia menilai, tindakan perusahaan itu jelas menabrak aturan. Sesuai ketentuan perundang-undangan, perusahaan wajib menyelesaikan hak masyarakat atas tanam tumbuh sebagai pihak ketiga sebelum melakukan kegiatan pertambangan dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Namun kenyataannya, PT Vale Indonesia justru melanjutkan aktivitas tanpa penyelesaian terlebih dahulu.
Lebih lanjut, Gusti juga menyoroti surat LO Gubernur Sulawesi Tengah yang bersifat segera dan ditujukan kepada Bupati Morowali serta PT Vale Indonesia Tbk. Surat tersebut memerintahkan agar diberikan kompensasi atau kerohiman terhadap tanaman tumbuh masyarakat sebelum kegiatan di atas IUPK dilakukan. Namun hingga kini, kompensasi tersebut tak kunjung direalisasikan.
Merasa haknya diabaikan, Gusti Riadi melapor ke Direktorat Jenderal Penanganan Konflik Tenurial Kementerian Kehutanan Republik Indonesia agar segera memediasi dan menyelesaikan persoalan ini secara adil.
“Walau kami sangat kecewa melihat tanaman kami satu per satu hilang tertimbun di depan mata, kami sebagai masyarakat kecil berharap Kementerian Kehutanan segera memanggil kami bersama PT Vale Indonesia agar persoalan ini bisa diselesaikan dengan penuh rasa keadilan,” ujarnya penuh harap.
Menurutnya, perjuangan mempertahankan tanaman hasil kerja keras sendiri bukan semata soal materi, tetapi soal harga diri dan keadilan sosial. “Melihat tanaman kami digusur seolah tak bertuan, sementara masyarakat kecil sulit mendapat kepastian menghadapi perusahaan besar, maka jihad dan harga mati adalah satu-satunya jalan,” tegasnya menutup pembicaraan.
TribuneIndonesia.com















