Batang Kuis I TribuneIndonesia.com-Di tengah derasnya arus digital, minat baca anak-anak menghadapi tantangan serius. Buku kerap kalah pamor dibanding gawai. Namun pengalaman di sekolah kami membuktikan bahwa anak-anak sejatinya masih haus bacaan. Masalahnya sederhana: akses dan suasana membaca yang ramah belum sepenuhnya tersedia.
Dari evaluasi awal, siswa berjumlah 359 orang, tetapi rata-rata pengunjung perpustakaan harian hanya 10–18 anak. Koleksi buku pun didominasi buku pelajaran, sementara bacaan kreatif, cerita bergambar, dan ensiklopedia masih sangat minim. Perpustakaan yang kaku dan formal membuat anak-anak enggan berlama-lama.
Kondisi inilah yang melahirkan gagasan Galaksi Literasi—Gerakan Akses Literasi Tanpa Sekat, Inspiratif, dan Kolaboratif. Filosofi galaksi dipilih karena setiap buku ibarat bintang: menyinari pikiran, memberi arah, dan membuka cakrawala baru bagi pembacanya.
Literasi yang Inklusif dan Menyenangkan
Galaksi Literasi dirancang bukan sekadar program membaca, melainkan sebuah gerakan. Ruang baca dibuat lebih terbuka: karpet, bean bag, hingga pojok tematik di kelas. Jam kunjungan perpustakaan yang terbatas diatasi dengan sudut baca outdoor dan mini library di setiap kelas.
Orang tua dilibatkan melalui kegiatan Galaksi Literasi Bersama Orang Tua setiap Jumat, di mana mereka membacakan cerita atau berdiskusi bersama siswa. Sementara itu, siswa didorong menjadi Duta Literasi, mendampingi teman-temannya agar aktif membaca.
Teknologi juga dimanfaatkan. Selain buku cetak, tersedia jurnal literasi berbasis aplikasi dan story book digital yang dirancang agar anak lebih tertarik membaca dibanding hanya berselancar di gawai.
Dampak Nyata
Hanya dalam beberapa bulan, perubahan terlihat jelas. Antusiasme siswa meningkat, perpustakaan kini lebih ramai, dan kegiatan literasi terasa hidup. Berdasarkan evaluasi, 80 persen siswa rutin membaca minimal satu buku per minggu, sementara 70 persen sudah terbiasa menulis ringkasan atau refleksi bacaan mereka.
Lebih dari itu, keterlibatan orang tua juga semakin terasa. Banyak keluarga kemudian menjadikan membaca sebagai rutinitas di rumah. Literasi pun meluas dari sekolah hingga lingkungan keluarga.
Menyalakan Bintang di Galaksi
Galaksi Literasi bukan proyek sesaat, melainkan budaya yang diharapkan tumbuh berkelanjutan. Tentu masih ada tantangan, mulai dari keterbatasan koleksi buku hingga keberlanjutan program. Namun dengan kolaborasi guru, orang tua, komunitas literasi, dan perpustakaan desa, gerakan ini akan terus diperkuat.
Kami percaya setiap sekolah berhak memiliki galaksi literasinya sendiri. Dengan literasi, anak-anak bukan hanya belajar membaca, tetapi juga membangun karakter, rasa ingin tahu, dan kepercayaan diri. Seperti bintang di langit, setiap buku adalah cahaya yang akan menerangi masa depan mereka.
TribuneIndonesia.com
Oleh: Adrin Febrian, S.Pd. Kepala UPT SPF SD Negeri 101873 Desa Baru

















