Malang | TribuneIndonesia.com
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu, menyampaikan pesan tegas kepada insan media untuk memperkuat edukasi publik di tengah meningkatnya kasus penipuan, maraknya pinjaman online ilegal, serta miskonsepsi masyarakat terkait mekanisme pengaduan di sektor jasa keuangan. Pesan tersebut disampaikan dalam forum NGORTE (Ngobrol Bersama Update Berita with Media), Senin (8/12/2025).
Dalam paparannya, Kristrianti mengawali dengan apresiasi, namun segera menekankan bahwa peran media saat ini dibutuhkan jauh lebih besar dari sekadar menyebarkan informasi. “Teman-teman punya jaringan yang jauh lebih luas dibandingkan kami. Karena itu, edukasi publik tidak bisa hanya mengandalkan OJK. Media harus berada di garis depan,” tegasnya.
Ia mencontohkan kasus yang sangat sering ditemui: kerugian akibat penipuan digital atau pemakaian pinjaman online tanpa pemahaman legalitas. Banyak masyarakat panik, tidak tahu harus mengadu ke mana, bahkan kerap datang ke OJK dengan harapan uangnya akan diganti.
“Masih banyak yang menyangka OJK bisa mengganti uang hilang. Padahal aturan jelas: yang wajib mengganti adalah pelaku usaha jasa keuangan, jika kesalahan memang berasal dari lembaga tersebut,” ujarnya, merujuk POJK 22 tentang Perlindungan Konsumen.
Kristrianti menegaskan, tidak sedikit kasus yang sebenarnya disebabkan kelalaian pribadi—seperti memberikan OTP, klik tautan phishing, atau membagikan password. Dalam situasi seperti itu, ia menilai justru sering muncul pemberitaan yang menyudutkan OJK seolah tidak bertanggung jawab.
“Ini harus diluruskan. Dana lembaga jasa keuangan adalah dana masyarakat. Tidak bisa sembarangan diganti. Kalau bukan kesalahan institusi, tentu tidak mungkin,” katanya menegaskan.
Dalam forum tersebut, ia juga menyoroti ramainya tren produk finansial baru seperti fractional gold hingga layanan digital lain yang mengandung risiko tinggi jika tidak dipahami dengan benar. Menurutnya, media perlu menggarisbawahi batasan-batasan (do’s & don’ts) agar publik tidak terjerumus pada skema yang tidak dipahami sepenuhnya.
Lebih jauh, Kristrianti mengingatkan bahwa tidak semua pengaduan harus langsung dilayangkan ke OJK. Lembaga jasa keuangan memiliki mekanisme penyelesaian pertama. Jika semua pengaduan masuk ke OJK tanpa proses verifikasi awal, beban nasional akan sangat besar.
Ia bahkan memberikan contoh sederhana peran awal yang bisa dilakukan media: membantu korban melakukan pengecekan di ponsel, menelusuri legalitas aplikasi, hingga memastikan langkah-langkah dasar sebelum diarahkan membuat pengaduan resmi.
“Berita tidak harus selalu dari siaran pers kami. Justru analisis dan tulisan investigatif teman-teman bisa jauh lebih bermanfaat untuk masyarakat,” katanya, menutup sesi dengan penegasan bahwa kolaborasi media–OJK pada 2026 harus jauh lebih kuat dan lebih agresif dalam memerangi misinformasi finansial. (Van)

















