Bitung, Sulut | Tribuneindonesia.com,
Polemik kerja sama antara perusahaan pers atau media massa dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) masih belum terselesaikan. Saat ini, berbagai aturan sedang disiapkan sesuai rekomendasi dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulut. Minggu (2/06/25).
Diketahui, Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, Persandian dan Statistik (DKIPS) Provinsi Sulut, Evans Steven Liow, menyatakan bahwa salah satu syarat yang direkomendasikan BPK RI adalah kewajiban verifikasi oleh Dewan Pers.
Kebijakan ini telah mendapat sorotan dari berbagai media dan para wartawan.
Organisasi Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) Sulut juga turut memberikan perhatian terhadap kebijakan ini.
Dengan demikian, polemik kerja sama antara perusahaan pers dan Pemerintah Provinsi Sulut masih memerlukan klarifikasi dan penyelesaian yang jelas untuk memastikan kerja sama yang efektif dan transparan.
Kepala Biro Hukum dan Pengawasan SPRI Sulut, Tomy Lumuhu, SH., MH., CPLC., CPCLE., CPM., CPA, memberikan tanggapan terkait polemik kerja sama antara perusahaan pers dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Menurutnya, Kepala BPK RI Perwakilan Sulut, Bombit Agus Mulyo, tidak memahami aturan yang berlaku.
Tomy menyatakan bahwa BPK RI Perwakilan Sulut tidak perlu memberikan rekomendasi terkait kerja sama media dengan Pemerintah, apalagi mendorong pembuatan Peraturan Gubernur (Pergub).
Ia juga menjelaskan bahwa regulasi kerja sama pelaku usaha media memang mewajibkan badan hukum dan akte notaris, bukan perusahaan perorangan, sehingga tidak perlu ada intervensi lebih lanjut dari BPK RI.
Lebih jauh, Lumuhu menjelaskan bahwa perusahaan pers atau media juga harus memiliki wartawan aktif.
Jika semua persyaratan tersebut telah lengkap, maka langkah selanjutnya adalah menyesuaikan dengan aturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), yaitu melalui INAPROC atau E-catalog versi terbaru.
“Menurut Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pokja Pemilihan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang diskriminatif dan tidak obyektif. Dengan demikian, pembuatan Peraturan Gubernur (Pergub) justru berpotensi menghambat dan membatasi partisipasi pelaku usaha media di Sulawesi Utara,”
Jelas, Tomy.
Bukan hanya itu saja, Tomy menyatakan bahwa jika rekomendasi tersebut benar, maka tindakan Kepala BPK RI Perwakilan Sulut secara sadar hukum akan mengubah status Dewan Pers menjadi lembaga pemerintahan, bukan lembaga independen.
Hal ini berpotensi menimbulkan masalah karena Dewan Pers seharusnya tetap independen dalam menjalankan tugasnya.
“Rekomendasi Kepala BPK RI Perwakilan Sulut ini dapat bertentangan dengan UU Administrasi Pemerintahan Pasal 5 huruf (a), yang menekankan bahwa penyelenggaraan administrasi pemerintahan harus berdasarkan asas legalitas.”
Pungkas Lumuhu.
Oleh karena itu, Tomy berharap agar rekomendasi tersebut ditinjau kembali untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Tomy juga mengacu pada Pasal 9 Ayat (3) yang menyatakan bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib mencantumkan atau menunjukkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
Dengan demikian, setiap tindakan pemerintahan harus memiliki landasan hukum yang jelas dan transparan.
“Aturan kerja sama media massa dengan pemerintah jika pakai Peraturan Dewan Pers sebagai dasar keputusan maupun kebijakan pemerintah, maka itu cacat hukum, karena aturan Dewan Pers bukan Peraturan Undang-Undang, “
Tandas Lumuhu. (Talia)