PANDEGLANG|TribuneIndonesia.com
Aroma pembiaran di tubuh pemerintahan Desa Cikuya, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Pandeglang, kian tercium menyengat. Pasalnya, Sekretaris Desa (Sekdes) setempat dikabarkan telah bolos ngantor hampir empat bulan tanpa keterangan yang jelas. Ironisnya, hingga kini belum ada tindakan tegas dari Kepala Desa maupun Camat Sukaresmi.
Kondisi itu sontak memantik kemarahan publik dan menuai sorotan dari kalangan aktivis serta insan pers. Dua lembaga, Barisan Aktivis Anti Penindasan (BARA API) dan Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) Kabupaten Pandeglang, dengan tegas menyatakan akan melayangkan surat audiensi resmi kepada Kepala Desa dan Camat Sukaresmi dalam waktu dekat.
Langkah ini bukan tanpa alasan. Kedua lembaga itu menilai, mangkirnya Sekdes selama berbulan-bulan adalah bentuk pelanggaran berat terhadap disiplin aparatur desa, bahkan mencoreng citra pelayanan publik di akar pemerintahan.
Ketua BARA API, Andi Irawan, dengan nada tegas menyebut tindakan Sekdes tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik.
“Ini bukan sekadar lalai, tapi sudah melanggar etika dan disiplin kerja. Seorang Sekdes seharusnya menjadi contoh bagi perangkat lain. Bila sudah empat bulan tak ngantor tanpa keterangan, itu artinya sudah tak layak lagi menjabat. Kades wajib menempuh prosedur pemberhentian, bukan malah diam,” tegas Andi, Selasa (14/10/2025).
Sikap serupa juga disampaikan Sekjen AWDI Kabupaten Pandeglang, Jaka Somantri. Ia menegaskan, AWDI akan mengawal penuh langkah BARA API hingga persoalan ini benar-benar mendapat kejelasan.
“Kami ingin mendengar langsung alasan mengapa belum ada tindakan dari pemerintah desa. Jangan sampai ada kesan pembiaran. Kalau Kades dan Camat tak berani bertindak, berarti ada yang tidak beres dalam sistem pengawasan di bawah,” ujar Jaka.
Lebih lanjut, Jaka menilai kasus ini menjadi tamparan keras bagi sistem birokrasi di tingkat desa. Ia menegaskan, AWDI dan BARA API juga akan meminta evaluasi menyeluruh terhadap kinerja perangkat Desa Cikuya, agar kejadian serupa tidak terulang.
Sementara itu, sejumlah warga Desa Cikuya mengaku kecewa karena pelayanan administrasi desa menjadi terganggu sejak Sekdes tersebut jarang terlihat di kantor.
“Kami sering bolak-balik ke kantor desa, tapi Sekdes-nya tidak ada. Kadang staf bilang sedang keluar, tapi nggak jelas ke mana. Ini sangat menghambat urusan masyarakat,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Cikuya belum memberikan tanggapan resmi atas rencana audiensi maupun tuntutan pemberhentian dari dua lembaga tersebut. Sementara Camat Sukaresmi juga belum merespons konfirmasi yang dilayangkan awak media.
Gelombang desakan kini terus menguat. Publik menanti, apakah pihak pemerintah desa dan kecamatan akan bersikap tegas — atau justru memilih diam dalam praktik pembiaran yang mencoreng citra birokrasi di tingkat desa.”(Tim/red)

















