Bitung, Sulut | Tribuneindonesia.com,
Jajaran Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Bitung berhasil mengungkap kasus peredaran obat keras jenis Trihexypenidyl atau yang biasa dikenal dengan sebutan Heximer. Rabu (10/09/25).
Diketahui, pengungkapan tersebut bermula dari informasi masyarakat yang resah dengan maraknya peredaran obat terlarang di wilayah Kota Bitung.
Sementara itu, pengungkapan kasus ini dipimpin langsung oleh Kepala Satuan Narkoba, IPTU Trivo Datukramat, S.H., M.H., bersama dengan KBO Satresnarkoba IPDA Abdul K. Mahalieng, S.H., dan timnya.
Operasi yang intensif tersebut berhasil mengamankan seorang terduga pelaku pada Senin (8/9) lalu, setelah melalui serangkaian penyelidikan mendalam.
Selain itu, terduga pelaku yang berinisial GB alias Gio, merupakan warga Kelurahan Girian Indah, Kecamatan Girian, Kota Bitung.
Penangkapan dilakukan di Kelurahan Sagerat Weru, Kecamatan Matuari, tepatnya di area Perumahan Sagerat Lama, sekitar pukul 15.30 WITA.
Saat penangkapan, polisi menemukan barang bukti yang signifikan. Dari tangan pelaku, berhasil disita sebanyak 2.051 butir obat keras jenis Trihexypenidyl dan satu unit telepon genggam.
Barang bukti tersebut ditemukan di dalam bagasi motor milik pelaku, yang tersimpan dalam sebuah paket kiriman.
Kapolres Bitung, AKBP Albert Zai, S.I.K., M.H., melalui Kasat Resnarkoba IPTU Trivo Datukramat, menjelaskan bahwa terduga pelaku mengakui telah menerima kiriman paket obat keras tersebut sebanyak empat kali.
Barang-barang ini didapat melalui pesanan dari akun media sosial Facebook dengan nama samaran “Bruno.”
Sebagai imbalan, pelaku mendapatkan 100 butir obat keras Trihexypenidyl dari setiap paket yang diterimanya.
Obat-obatan tersebut kemudian ia jual kembali dengan harga yang cukup tinggi, yaitu Rp50.000 untuk setiap lima butir.
Praktik ini menunjukkan jaringan peredaran yang terstruktur dan meresahkan.
Saat ini, terduga pelaku beserta seluruh barang bukti telah diamankan di Mako Polres Bitung untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Atas perbuatannya, GB akan dijerat dengan Pasal 435 subs Pasal 436 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur terkait peredaran obat tanpa izin. (Kiti)
















