Meningkatnya Perceraian di Aceh: Potret Retaknya Ikatan Sosial Keluarga

- Editor

Sabtu, 2 Agustus 2025 - 17:17

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Caption :  ilustrasi

Caption : ilustrasi

Oleh: Chaidir Toweren

TribuneIndonesia.com

Gelombang perceraian kembali menjadi cermin buram kehidupan sosial di Aceh. Data Mahkamah Syar’iyah Aceh mencatat, sepanjang Januari hingga Juni 2025, sebanyak 2.923 pasangan suami-istri (Pasutri) mengajukan perceraian. Fakta yang mencengangkan ini menyiratkan bahwa institusi pernikahan di Aceh sedang berada dalam kondisi krisis, tak hanya karena konflik internal rumah tangga, namun juga karena pengaruh luar seperti judi online (judol) dan aktivitas Live TikTok yang mulai merusak sendi-sendi keluarga.

Lebih dari 70 persen dari total kasus merupakan cerai gugat. dimana pihak istri menggugat cerai suami. Ini menunjukkan bahwa banyak perempuan yang merasa tidak lagi dapat mempertahankan pernikahan mereka, baik karena ketimpangan tanggung jawab, kehilangan rasa hormat terhadap pasangan, atau akibat perilaku merugikan suami seperti kecanduan judol dan hiburan digital tak sehat.

Mahkamah Syar’iyah mencatat bahwa penyebab utama perceraian adalah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, yang mencapai 2.447 perkara. Meskipun kasus yang secara eksplisit menyebutkan judi online atau Live TikTok hanya puluhan, keduanya diduga menjadi pemicu awal atau pemantik keretakan yang lebih besar. Aktivitas online yang tidak sehat, di mana seseorang menghabiskan waktu dan uang di dunia maya tanpa kontrol, kerap mengabaikan tanggung jawab sebagai pasangan dan orang tua.

Kecanduan Digital dan Krisis Komunikasi

Perubahan gaya hidup digital yang pesat di Aceh, tanpa diiringi dengan literasi digital yang matang, mengakibatkan masyarakat terjebak dalam kecanduan layar, baik untuk berjudi maupun mencari hiburan dangkal di media sosial. Live TikTok bukan hanya menjadi ladang narsisme, tetapi juga wadah pertunjukan yang kerap melanggar batas norma, menimbulkan kecemburuan dalam rumah tangga, dan memperkeruh suasana yang sudah retak.

Fenomena ini menandakan krisis komunikasi dalam rumah tangga. Pasangan yang tidak mampu membangun ruang dialog yang sehat, pada akhirnya menjadikan ponsel sebagai pelarian dari konflik. Ketika komunikasi tatap muka tergantikan oleh interaksi maya, relasi emosional melemah dan keintiman terkikis. Apalagi jika salah satu pihak menggunakan internet untuk tujuan negatif, maka pernikahan menjadi semakin rapuh.

Peran Pemerintah dan Lembaga Sosial Keagamaan

Tingginya angka perceraian ini tidak bisa hanya diserahkan kepada Mahkamah Syar’iyah untuk diselesaikan secara hukum. Pemerintah daerah, ulama, dan tokoh masyarakat perlu melakukan refleksi kolektif terhadap pola pendidikan pranikah yang selama ini dijalankan. Apakah cukup kuat membekali pasangan muda untuk menghadapi tantangan pernikahan di era digital?

Baca Juga:  Belajar Keteladanan dari Jepang, Saat Kekuasaan Tak Dipegang Terlalu Lama

Selain itu, penting dilakukan intervensi edukatif, seperti bimbingan pernikahan wajib bagi calon pengantin, serta penyuluhan tentang bahaya judi online dan penggunaan media sosial yang tidak sehat. Penyuluhan ini sebaiknya tidak hanya bersifat formalitas, melainkan menjadi program yang membumi, menyentuh lapisan masyarakat akar rumput, terutama di wilayah dengan angka perceraian tinggi seperti Aceh Utara dan Aceh Tamiang.

Pentingnya Pendekatan Komunitas dan Mediasi Sosial

Salah satu kritik dari Mahkamah Syar’iyah adalah bahwa banyak pasangan langsung membawa perkara ke pengadilan, tanpa upaya damai di tingkat keluarga atau desa. Ini mengindikasikan bahwa peran struktur sosial tradisional mulai melemah. Padahal, dalam tradisi Aceh, penyelesaian konflik rumah tangga dulu menjadi domain tokoh adat, imam meunasah, dan tetua gampong yang bijak dalam meredakan api konflik.

Kita membutuhkan revitalisasi lembaga sosial berbasis komunitas, seperti tim mediasi gampong yang dapat menjembatani konflik pasangan sebelum sampai ke ranah hukum. Pendekatan lokal ini bisa lebih mengena secara emosional, sekaligus memperkuat ikatan sosial yang mulai luntur.

Jangan Anggap Remeh Dampaknya

Perceraian bukan hanya putusnya hubungan dua individu, tapi juga patahannya dampak berantai sosial: anak-anak yang tumbuh tanpa figur lengkap orang tua, meningkatnya angka kemiskinan akibat kehilangan nafkah, hingga potensi munculnya generasi baru dengan luka psikologis yang dalam. Ini adalah tanggung jawab sosial bersama.

Pemerintah tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa banyak perempuan, terutama ibu rumah tangga, menjadi korban dari ketidakberdayaan dalam rumah tangga. Mereka menggugat cerai karena sudah tidak tahan, bukan karena mencari jalan pintas. Maka perlindungan hukum dan sosial terhadap perempuan dan anak pasca perceraian pun harus diperkuat

Penulis merasa bahwa data 2.923 perceraian bukan sekadar angka. Ia adalah potret retaknya nilai kebersamaan, kegagalan dalam membangun rumah tangga yang berakar pada kasih, serta lemahnya ketahanan keluarga di tengah badai digital dan tekanan ekonomi. Mari kita jadikan ini bukan sebagai bahan gosip, tapi alarm peradaban: saatnya memperkuat keluarga sebelum Aceh kehilangan fondasi sosial terpentingnya.

Berita Terkait

Kuat di Iman, Tegar di Tugas: Kunci Sukses Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho Bangun Humas Humanis dan Berjiwa Rohani
FEIBC Merayakan Kehangatan Keluarga dan Semangat Bangsa dalam Gathering Oktober 2025: Feiby Josefina Pimpin Semangat ‘Fun, Elegant, Inspiring’
Menanti KPK Membasmi Agen Izin Peubloe (IUP) Nanggroe di Bumi Serambi Mekkah
Asal Jadi! Revitalisasi SDN Cikayas 3 Digeruduk Sorotan — Pengawasan Lemah, Kualitas Diragukan, Kepala Sekolah Bungkam
Bagaimana Aku Takut pada Kemiskinan, Sedang Aku Hamba dari Dia yang Maha Kaya
Peran ibu bupati aceh timur di garis depan melawan stanting melalui Edukasi Perilaku Higienis dan racun lingkungan
Jebakan Komunitas “Iming-Iming Impian”: Cuci Otak Berkedok Peluang, Janjikan Mobil hingga Rumah Miliaran
“Jaksa Tidur, Koruptor Tertawa: Publik Desak Jaksa Agung Bongkar Kebekuan Hukum di Daerah”
Berita ini 42 kali dibaca
Tag :
2 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Minggu, 2 November 2025 - 12:32

Kapolda Aceh Hadiri Pembukaan MTQ ke-XXXVII di Pidie Jaya

Minggu, 2 November 2025 - 07:50

Kapolda Aceh Hadiri Pembukaan MTQ ke-XXXVII di Pidie Jaya

Sabtu, 1 November 2025 - 23:58

Polres Pidie Jaya dan Unit Jibom Gegana Sterilkan Area Pembukaan MTQ Aceh XXXVII

Sabtu, 1 November 2025 - 13:12

Polres Sergai Gempur Galian C Ilegal, Satgas Khusus Razia Sungai Ular di Tengah Malam

Sabtu, 1 November 2025 - 12:01

Dirkrimsus Polda Banten Gelar Rakor Optimalisasi Peran PPNS, Dan Penyidik Polri Dalam Penegakan Hukum Yang Presisi

Sabtu, 1 November 2025 - 07:10

Kapolres Pidie Jaya Hadiri Pawai Taaruf MTQ Aceh XXXVII, Wujud Sinergi dan Semangat Kebersamaan Masyarakat

Jumat, 31 Oktober 2025 - 07:11

Polres Pidie Jaya Gelar Apel Pasukan, Pastikan Kesiapan Pengamanan MTQ Aceh XXXVII Tahun 2025

Jumat, 31 Oktober 2025 - 07:07

Polisi Tindaklanjuti Laporan Dugaan Penganiayaan Kepala SPPG di Pidie Jaya

Berita Terbaru

Pemerintahan dan Berita Daerah

Bidan Farida : Tidak Ada Pungli Dalam UPKP Kabupaten Deli Serdang Tahun 2025

Minggu, 2 Nov 2025 - 13:27

TNI dan Polri

Kapolda Aceh Hadiri Pembukaan MTQ ke-XXXVII di Pidie Jaya

Minggu, 2 Nov 2025 - 12:32

Perusahaan, Perkebunan dan Peternakan

Digelar di 2 Lokasi Berbeda, CFD Akan Diperluas ke Kecamatan Lain

Minggu, 2 Nov 2025 - 10:50

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x