Aceh Tamiang | TribuneIndonesia.com
Kinerja pengawasan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Aceh Tamiang kembali menjadi sorotan. Temuan terbaru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkapkan bahwa pada tahun anggaran 2024, terdapat 13 paket proyek fisik yang mengalami kekurangan volume pekerjaan, dengan total kelebihan pembayaran mencapai Rp 92.057.562,76.
Hal ini disampaikan Sekretaris Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Aceh, Purn. TNI Zulsyafri, yang menyoroti lemahnya kontrol dan tanggung jawab dalam pengelolaan proyek-proyek pendidikan di daerah tersebut.
Menurut laporan BPK, temuan tersebut diperoleh dari hasil uji petik atas pekerjaan fisik yang nilainya mencapai Rp 7,3 miliar, bagian dari total belanja modal gedung dan bangunan Disdikbud Aceh Tamiang sebesar Rp 30,59 miliar. Ketidaksesuaian antara volume pekerjaan yang dilaksanakan di lapangan dan nilai pembayaran yang telah dilakukan, menurut BPK, mengindikasikan lemahnya pengawasan teknis dan administratif.
Daftar 13 proyek yang bermasalah tersebut di antaranya:
1. Rehabilitasi Ruang Kelas SDN Benua Raja – CV KBP, nilai kontrak Rp 591,7 juta, kekurangan volume Rp 7,7 juta.
2. Rehabilitasi Gedung SDN 2 Karang Bundar – CV HF, nilai kontrak Rp 289,5 juta, kekurangan volume Rp 5,6 juta.
3. Rehabilitasi Ruang Kelas SDN 1 Karang Bundar (OTSUS) – CV BS, nilai kontrak Rp 847,5 juta, kekurangan Rp 11,5 juta.
4. Pembangunan RKB SDN Pahlawan Karang Baru – CV WMP, nilai kontrak Rp 484,9 juta, kekurangan Rp 12,6 juta.
5. Pembangunan RKB & Perabot SDN Kampung Jawa (DAK) – CV HF, nilai kontrak Rp 970,1 juta, kekurangan Rp 5,8 juta.
6. Pembangunan 3 RKB TK Pembina Kualasimpang (DAK) – CV KJ, nilai kontrak Rp 591 juta, kekurangan Rp 7 juta.
7. Pembangunan Ruang TU SMPN 8 Karang Baru (DAK) – CV PTJ, nilai kontrak Rp 272,4 juta, kekurangan Rp 5,8 juta.
8. Pembangunan Laboratorium Komputer SMPN 5 Manyak Payed (DAK) – CV KUA, nilai kontrak Rp 305,8 juta, kekurangan Rp 4,1 juta.
9. Rehabilitasi Ruang Kelas SDN Alur Selalas (DAK) – CV TJM, nilai kontrak Rp 575,7 juta, kekurangan Rp 2,6 juta.
10. Rehabilitasi Ruang Kelas SDN Seunebok Cantek (OTSUS) – CV KJ, nilai kontrak Rp 516,5 juta, kekurangan Rp 15,1 juta.
11. Rehabilitasi Ruang Kelas SMPN 3 Karang Baru (DAK) – CV RPS, nilai kontrak Rp 476,4 juta, kekurangan Rp 3,7 juta.
12. Rehabilitasi Ruang Kelas SDN Bandar Khalifa (OTSUS) – CV AG, nilai kontrak Rp 598,8 juta, kekurangan Rp 1,9 juta.
13. Pembangunan 4 RKB TK Pembina Karang Baru (DAK) – CV FL, nilai kontrak Rp 793,4 juta, kekurangan Rp 8,1 juta.
Semua pekerjaan tersebut telah dibayar lunas oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, namun hasil pengawasan fisik di lapangan menunjukkan adanya ketidaksesuaian signifikan.
“Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan kendali mutu dalam pelaksanaan proyek. Baik di level Kepala Dinas, PPK, maupun PPTK, semua pihak harus bertanggung jawab terhadap penggunaan keuangan negara,” tegas Zulsyafri.
Menurut laporan BPK, akar persoalan berasal dari ketidaktegasan Kepala Disdikbud selaku Pengguna Anggaran (PA) dalam mengendalikan pelaksanaan kegiatan. Selain itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dinilai kurang cermat dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak.
Pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang sendiri, melalui Kepala Disdikbud, telah menyatakan menerima dan sepakat atas temuan BPK. Mereka juga berkomitmen akan menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi yang diberikan.
BPK secara tegas merekomendasikan agar Bupati Aceh Tamiang memerintahkan Kepala Disdikbud untuk segera memproses kelebihan pembayaran sebesar Rp 92 juta dan menyetorkannya ke kas daerah sesuai ketentuan yang berlaku.
“Langkah ini harus segera diambil, agar tidak ada celah penyalahgunaan anggaran dan mencederai kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan. Kami dari KAKI akan terus mengawal proses ini agar tidak berhenti hanya pada laporan semata,” tutup Zulsyafri.
Redaksi Tribune Indonesia – Rubrik Investigasi Publik
Kontak Narasumber:
Purn. TNI Zulsyafri
Sekretaris KAKI ACEH