Aceh Timur | TRIBUNEIndonesia.com
Dugaan maraknya proyek siluman tanpa papan nama kembali mencuat di Kabupaten Aceh Timur. Fenomena ini dikhawatirkan menjadi celah bagi oknum rekanan proyek untuk melakukan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Papan nama proyek seharusnya menjadi sarana informasi penting bagi masyarakat agar mengetahui jenis kegiatan, sumber anggaran, volume pekerjaan, kontraktor pelaksana, serta jangka waktu pelaksanaan. Keberadaan papan nama merupakan wujud transparansi dan bentuk keterbukaan informasi publik agar masyarakat dapat ikut serta dalam proses pengawasan.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Seperti yang ditemukan di Desa Tunong Bugeng, Kecamatan Darul Falah, Kabupaten Aceh Timur. Pada Senin, 1 September 2025, tim media mendapati proyek pembangunan peningkatan jaringan irigasi yang diduga dikerjakan tanpa memasang papan nama di lokasi.
Kondisi ini jelas tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Nomor 70 Tahun 2012 yang mewajibkan setiap proyek pembangunan fisik bersumber dari anggaran negara untuk memasang papan informasi.
Pekerjaan proyek tanpa papan nama ini diduga kuat sebagai akal-akalan oknum rekanan untuk mengelabui masyarakat, sekaligus menyembunyikan informasi terkait anggaran. Tindakan tersebut memunculkan indikasi bahwa proyek sengaja dibuat tidak transparan dan lepas dari pengawasan publik.
Sementara itu, Kepala Desa setempat saat dihubungi tim media melalui nomor telepon seluler 0823-XXXX-XXXX belum memberikan tanggapan.
Tim investigasi media yang mendatangi lokasi proyek juga mendapati fakta, tidak ada papan nama maupun petugas pengawas. Di lapangan hanya terlihat mandor proyek. Seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya mengaku tidak mengetahui detail proyek, meski pembangunan fisik hampir selesai.
Warga sekitar pun mengeluhkan hal yang sama. Mereka mempertanyakan mengapa proyek tersebut tidak memiliki papan nama sejak awal pelaksanaan. Kondisi ini membuat masyarakat hanya bisa diam, meski merasa ada kejanggalan dalam pengerjaannya.
Reporter: SF – Jurnalis Liputan Provinsi Aceh