Oleh : Chaidir Toweren (Ketua Perwal)
TribuneIndonesia.com
Di saat Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyerukan efisiensi anggaran sebagai langkah strategis menjaga stabilitas fiskal negara, justru di Kota Langsa muncul pemandangan yang kontradiktif. Para keuchik (kepala desa), atau lebih tepatnya para pejabat keuchik pengganti sementara, sibuk mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) yang dari tahun ke tahun seakan menjadi agenda wajib, meskipun urgensinya masih dipertanyakan.
Ironinya, sebagian besar peserta bukanlah keuchik definitif, melainkan pejabat sementara yang hanya menunggu masa transisi pemilihan keuchik baru. Artinya, hasil Bimtek tersebut nyaris tak memberi manfaat strategis bagi keberlanjutan kepemimpinan gampong. Hari ini pejabat keuchik ikut Bimtek, esok hari mungkin sudah diganti oleh keuchik definitif. Begitu pula sebaliknya, keuchik definitif pun akan habis masa tugasnya dan digantikan lagi oleh pejabat baru. Siklus tak produktif ini terus berulang, dengan biaya anggaran rakyat.
Pemerintah daerah seharusnya lebih jeli dalam memberikan izin pelaksanaan Bimtek, apalagi jika dilakukan di luar daerah. Efisiensi anggaran bukan hanya slogan, melainkan tuntutan realitas, apalagi saat ini ekonomi nasional tengah menghadapi tekanan dan presiden sudah menegaskan penghematan sebagai program prioritas.
Bimtek memang memiliki nilai positif, menambah pengetahuan, memperkuat kapasitas aparatur desa. Namun, tanpa kajian kebutuhan yang jelas, kegiatan ini justru berubah menjadi beban. Mengulang Bimtek setiap tahun tanpa evaluasi hasil hanyalah pemborosan yang dikemas rapi dalam jargon peningkatan kapasitas.
Masyarakat tentu berhak mempertanyakan, apakah Bimtek ini benar-benar untuk kepentingan pembangunan gampong, atau sekadar formalitas untuk menghabiskan anggaran? Apakah tidak ada cara lain yang lebih murah, efektif, dan tepat sasaran, seperti pelatihan berbasis kebutuhan lokal yang melibatkan langsung perangkat desa dan masyarakat?
Pemerintah Kota Langsa perlu meniru langkah Presiden dengan menerapkan disiplin efisiensi. Setiap rupiah anggaran publik adalah amanah rakyat. Jangan sampai publik menilai, pemerintah lebih sibuk menjaga tradisi seremonial ketimbang fokus pada kebutuhan riil masyarakat.
Efisiensi bukan hanya tugas pusat, tetapi tanggung jawab semua level pemerintahan, termasuk desa. Bila desa boros, kota lengah, dan daerah lalai, maka arahan presiden hanya tinggal slogan. (#)















