BANTEN|Tribuneindonesia.com
Gabungan Organisasi Wartawan dan Lembaga (GOWIL) memastikan akan kembali melayangkan surat permohonan konferensi pers dan audiensi kepada BPJN Banten. Keputusan ini diambil setelah agenda audiensi resmi yang pertama tidak memberikan kejelasan sikap BPJN terhadap berbagai dugaan kejanggalan pada proyek Peningkatan Jalan Sukawaris – Tanjungan Segmen 1 di Wilayah Kecamatan Cikeusik Kabupaten Pandeglang, yang dikerjakan oleh CV Kongsi Baru dengan nilai lebih dari Rp 10,5 miliar.
Proyek ini diduga kuat dipenuhi persoalan teknis mulai dari penerapan K3 yang diabaikan, pemasangan batu TPT yang tidak digambarkan terlebih dahulu, batu hanya ditempel di atas permukaan tanah, kedalaman galian meragukan, dugaan penggunaan pasir laut, hingga kualitas beton yang baru selesai namun sudah menimbulkan gejala kerusakan seperti kerikil keluar ke permukaan dan kondisi “ngebul”.
GOWIL menilai bahwa BPJN Banten tidak menunjukkan ketegasan dan efektivitas pengawasan terhadap proyek bernilai miliaran rupiah tersebut.
“Ini uang negara, bukan uang pribadi. Kalau pekerjaan diduga bermasalah seperti ini terus dibiarkan, publik wajar mempertanyakan apakah BPJN Banten benar-benar menjalankan fungsi pengawasannya,” ujar salah satu perwakilan GOWIL. Reynold Kurniawan
Ketua Lembaga Investigasi Negara (LIN) Pandeglang, Humaedi, yang akrab disapa Umex, turut memberikan pernyataan keras. Ia menegaskan bahwa dugaan penyimpangan teknis dalam proyek ini sudah tidak bisa dianggap enteng.
“Kalau BPJN Banten tidak berani bertindak tegas, itu sama saja membiarkan kerusakan berulang dan merugikan negara. Kami sudah turun langsung, melihat sendiri kondisi pekerjaan yang menurut kami sangat jauh dari standar teknis. Ini bukan kesalahan kecil, ini kebobrokan sistematis.” ungkap Ketua LIN Pandeglang yang juga tergabung di GOWIL
Umex juga menekankan bahwa GOWIL tidak akan tinggal diam dan akan terus mengawal isu tersebut hingga BPJN Banten memberikan langkah konkret.
“Jangan sampai BPJN hanya berani bicara, tapi tidak berani menindak. Kalau kualitas kerja seperti ini dibiarkan, itu sudah bentuk pembiaran. Kami akan buka semua data dan bukti dalam konferensi pers dan audiensi berikutnya.” tegasnya
Dalam pertemuan resmi yang berlangsung beberapa hari yang lalu di area Kantor BPJN Banten di bawah pohon mangga, samping pos security, salah satu perwakilan Satker BPJN Banten, Rizki, menyatakan, kalau tidak sesuai spesifikasi teknis, pekerjaan tidak akan dibayar.”
Pernyataan tersebut disebutkan telah dituangkan dalam berita acara tertulis dan ditandatangani oleh perwakilan Satker. Namun GOWIL justru mempertanyakan: Jika memang tidak akan dibayar, mengapa indikasi penyimpangan teknis tetap terjadi?
Kemudian Umex membeberkan, berdasarkan temuan lapangan dan evaluasi teknis, sejumlah regulasi yang diduga dilanggar antara lain:
1. Permen PUPR No. 14 Tahun 2020
tentang standar dan pedoman pengadaan jasa konstruksi (spesifikasi teknis wajib dipenuhi).
2. Permen PUPR No. 05/PRT/M/2014
tentang Pedoman K3 Konstruksi.
3. SNI 2834:2000 & SNI 7656:2012
mengenai mutu dan komposisi beton.
4. Larangan penggunaan pasir laut dalam konstruksi
sesuai Keputusan Menteri PU No. 52/KPTS/M/1992.
5. PP 22 Tahun 2020 terkait pelaksanaan kegiatan konstruksi yang wajib memenuhi kaidah lingkungan dan keselamatan.
GOWIL menegaskan bahwa agenda konferensi pers dan audiensi kedua nanti akan membawa lebih banyak bukti, foto teknis, video, serta temuan investigasi dari berbagai lembaga yang tergabung di dalam GOWIL, termasuk LIN Pandeglang.
“BPJN harus menghentikan pekerjaan yang diduga melanggar spesifikasi. Kalau tidak, publik bisa menilai BPJN Banten hanya formalitas dan mandul secara fungsi,” tegas GOWIL.
Dengan nilai anggaran lebih dari Rp 10,5 miliar, masyarakat menuntut kualitas pekerjaan yang sesuai standar. GOWIL menegaskan bahwa pengawalan akan terus dilanjutkan hingga BPJN Banten mengambil tindakan nyata.
(Tim/Red)

















