Medan I Tribuneindonesia.com
Suasana di depan Mapolda Sumatera Utara, Jalan Sisingamangaraja Km 10, Medan, mendadak memanas pada Selasa (10/6/2025). Puluhan wartawan dan aktivis LSM yang tergabung dalam Aliansi Wartawan dan LSM Peduli Keadilan menggelar aksi unjuk rasa menuntut keadilan atas penahanan tiga rekannya yang dinilai sarat kejanggalan hukum.

Aksi ini dipicu oleh penahanan dua wartawati dan satu anggota LSM, masing-masing berinisial DSM, R, dan A, oleh Unit Reskrim Polsek Beringin, Polresta Deli Serdang. Ketiganya dituduh melakukan pemerasan dan pengancaman terhadap Kepala Sekolah SDN 101928 berinisial MS, dengan jeratan Pasal 368 jo 369 KUHP.
Namun, menurut para demonstran, penangkapan tersebut justru memperlihatkan aroma kriminalisasi terhadap profesi wartawan dan aktivis.
“Bapak Kapolda… Penangkapan ini cacat hukum! Kami minta Kapolsek Beringin dievaluasi karena diduga bertindak di luar SOP,” tegas orator aksi, R. Anggi Syaputra, membakar semangat massa.
Dengan suara lantang dan spanduk penuh tuntutan, massa menuntut agar proses hukum dihentikan melalui penerapan restorative justice, sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2024, serta penghentian penyidikan (SP3) karena dianggap tidak memenuhi unsur pidana.
Mereka juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, mengingat dua dari tiga yang ditahan berprofesi sebagai wartawan.
“Sudah Ada Kesepakatan, Kenapa Ditangkap?”
Dalam audiensi bersama Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Ferri Walintukan, perwakilan aksi menguraikan kejanggalan demi kejanggalan.
Ihwan Banchin, S.H., selaku penasihat hukum, menjelaskan bahwa kasus bermula dari permintaan kepala sekolah agar pemberitaan dugaan pungli dihapus. Permintaan itu ditanggapi dengan komunikasi dan diduga kesepakatan—hingga tiba-tiba muncul nominal uang dan penangkapan dilakukan.
“Kami menduga ada skenario. Kepala sekolah diduga sudah lebih dulu berkoordinasi dengan polisi. Klien kami dijebak,” ungkap Ihwan dengan nada serius.
Senada, Ketua DPD IWO Indonesia Sumut, Ibrahim Effendy Siregar, mendesak agar kasus ini diselesaikan secara musyawarah, bukan kriminalisasi.
Respons Polisi: Akan Ditindaklanjuti
Menanggapi desakan tersebut, Kombes Pol Ferri memastikan bahwa laporan sudah diterima dan akan segera ditindaklanjuti. Ia membuka ruang bagi pelaporan ke Bid Propam dan Irwasda, jika ditemukan pelanggaran dalam proses penyelidikan.
“Kami akan menurunkan tim investigasi di bawah Kabag Wasidik Ditkrimum Polda Sumut. Kami minta rekan-rekan sabar menunggu hasilnya,” ujar Ferri, berusaha menenangkan suasana.
Medan Panas, Keadilan Dipertaruhkan
Meski berlangsung damai, aksi ini menandai gelombang ketidakpuasan publik terhadap aparat penegak hukum yang dinilai mulai bergeser dari fungsi perlindungan hukum menjadi alat penindasan.
Isu kriminalisasi terhadap wartawan dan aktivis kembali mencuat. Suasana di sekitar Mapoldasu yang semula tenang berubah menjadi medan pertempuran suara dan aspirasi, menuntut hukum tak lagi tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Apakah keadilan akan berpihak pada kebenaran atau justru terkubur di balik seragam dan wewenang?
Ilham Tribuneindinesia.com