Deli Serdang I Tribuneindonesia.com
Langit gelap menyelimuti Dusun II, Desa Bandar Klippa dan Desa Amplas, Kecamatan Percut Sei Tuan, pada Jumat kelabu, 23 Mei 2025. Seakan mengamuk, alam menghembuskan amarahnya dalam bentuk puting beliung dahsyat disertai hujan deras yang menggulung harapan dan kedamaian warga dalam sekejap.
Antara pukul 15.30 WIB hingga 17.45 WIB, badai memporak-porandakan segalanya. Rumah-rumah yang dulu menjadi tempat berlindung kini hanya tinggal puing-puing. Di Desa Bandar Klippa, 51 unit rumah rusak, terdiri dari 8 rusak ringan, 9 rusak sedang, dan 34 rusak berat—tak bersisa. Sementara di Desa Amplas, 13 rumah ikut porak-poranda, 6 rusak ringan, 5 sedang, dan 2 rusak berat.
Tak ada korban jiwa memang, tapi trauma itu lebih nyata dari sekadar luka.
Jeritan anak-anak yang ketakutan, tangis para ibu yang kehilangan tempat berteduh, dan tatapan kosong para ayah yang tak tahu ke mana harus membawa keluarganya malam itu—semua menyatu dalam duka yang membungkam.
Pemerintah desa, kecamatan, Babinsa, Bhabinkamtibmas, BPBD, dan tenaga medis dari Puskesmas segera turun tangan, membagikan bantuan awal berupa nasi bungkus, sementara posko tanggap darurat didirikan di Kantor Desa dan Pustu Desa Amplas. Tenda-tenda darurat mulai dipersiapkan BPBD di wilayah Selambo.
Sabtu, 24 Mei 2025, akan menjadi hari gotong royong besar-besaran. Warga yang masih terguncang akan mencoba berdiri kembali—bersama para aparat dan relawan, mereka akan membangun dari reruntuhan, meski hati mereka masih berkeping-keping.
Musibah ini adalah pil pahit yang mengingatkan bahwa manusia hanya tamu kecil di hadapan amarah alam. Kini, warga Deli Serdang hidup dalam bayang-bayang ketakutan, bertanya dalam hati—akankah langit kembali jatuh esok hari?
ilham Tribuneindonesia.com