PANDEGLANG|Tribuneindonesia.com
Dua unit kendaraan dinas (randis) milik Pemerintah Desa Cikuya, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Pandeglang, mendadak raib tanpa jejak. Aset desa berupa Honda Versa dan Kawasaki KLX tersebut kini menjadi buah bibir di kalangan masyarakat yang mempertanyakan ke mana hilangnya kendaraan tersebut.
Menurut informasi dari salah satu warga yang enggan disebutkan namanya, sebut saja S, dua kendaraan itu terakhir kali sering digunakan oleh Sekretaris Desa (Sekdes) Cikuya. Namun kini, keberadaannya tak jelas rimbanya.
“Dulu sering dibawa-bawa sama Pak Carik (Sekdes) itu, Kang. Tapi waktu ditanya ke Pak Kades, katanya beliau juga nggak tahu di mana kendaraannya sekarang. Katanya sudah ditanya ke Sekdes, tapi jawabnya cuma ‘iya, ada’ — tapi entah di mana,” tutur S kepada wartawan.
Saat tim media mencoba meminta konfirmasi langsung kepada Sekretaris Desa Cikuya, baik di kantor desa maupun di kediamannya, hasilnya nihil — yang bersangkutan tidak dapat ditemui.
Sementara itu, Kepala Desa Cikuya, Bukhori, SE, saat dimintai tanggapan terkait dugaan hilangnya dua unit kendaraan dinas tersebut, tampak berhati-hati dalam menjawab.
“Silakan langsung konfirmasi ke yang bersangkutan (Sekdes). Saya juga sudah pernah tanya soal kendaraan dinas itu, tapi sampai sekarang belum ada jawaban yang pasti,” ujar Kades Bukhori singkat.
Kasus hilangnya dua randis desa ini sontak mendapat sorotan tajam dari kalangan pers dan aktivis pengawasan publik. Jaka Somantri, Sekretaris Jenderal Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) DPC Kabupaten Pandeglang, menyebut kasus ini tidak bisa dianggap sepele.
“Ini bukan sekadar motor dinas hilang. Ini soal pengelolaan aset negara di tingkat desa yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Jangan sampai ada oknum yang merasa kebal hukum karena berseragam aparat desa. Kami mendesak Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan dan melakukan audit aset Desa Cikuya secara menyeluruh,” tegas Jaka.
Lebih lanjut, AWDI menilai kasus ini mencerminkan buramnya transparansi dan lemahnya kontrol internal di tubuh Pemerintah Desa Cikuya. Jika benar kendaraan dinas tersebut disalahgunakan atau bahkan “digelapkan”, maka hal itu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik.
Hilangnya dua randis desa bukan sekadar soal kendaraan, tapi cerminan rapuhnya tata kelola aset publik. Masyarakat berhak tahu ke mana arah uang rakyat mengalir, dan aparat desa wajib menjaga kepercayaan yang telah diberikan.
Jika benar ada “tangan-tangan nakal” yang bermain di balik hilangnya aset tersebut, maka publik menuntut pertanggungjawaban nyata, bukan sekadar alasan klise dan janji kosong.
Sebab desa bukan milik segelintir orang — desa adalah milik rakyat, dan rakyat berhak menuntut kejujuran!.”(Tim/red)















