SIMEULUE Tribune Indonesia.com Proyek renovasi Gedung Poliklinik RSUD yang dikerjakan oleh CV Satria Karya Komunity dengan nilai kontrak sebesar Rp2.170.070.000 hingga kini belum rampung. Berdasarkan kontrak, pekerjaan seharusnya selesai pada 18 Desember 2025, namun hingga Selasa, 30 Desember 2025, progres fisik baru mencapai 81 persen.
Wartawan mencoba menghubungi Direktur RSUD, dr. Effie, melalui telepon seluler untuk mengonfirmasi keterlambatan pekerjaan tersebut, namun belum berhasil tersambung.
Upaya konfirmasi juga dilakukan kepada PPTK (Riat), namun yang bersangkutan tidak mengangkat panggilan telepon Melalui pesan WhatsApp, PPTK hanya membalas singkat dengan alasan sedang rapat serta mengirimkan foto kegiatan rapat.
Selanjutnya, wartawan menghubungi konsultan pengawas proyek, Jafar, untuk memperoleh klarifikasi terkait progres pekerjaan.Jafar membenarkan bahwa hingga Selasa (30/12/2025).
progres renovasi gedung poliklinik RSUD masih berada di angka 81 persen.
“Beberapa item pekerjaan masih menunggu kedatangan material, seperti ACP, pintu, dan jendela yang dikirim melalui kapal dari Singkil. Terkait keterlambatan, denda sudah berlaku, dan berdasarkan surat edaran Gubernur Aceh, pekerjaan dapat diperpanjang hingga 50 hari,” ujar Jafar.
Diketahui, proyek ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Apabila tidak dapat diselesaikan hingga akhir tahun anggaran, pemerintah daerah berpotensi harus mengalokasikan kembali anggaran penyelesaian proyek melalui APBD tahun berikutnya.
Kondisi tersebut dinilai dapat berdampak pada tertundanya program lain serta berpotensi menjadi temuan dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sesuai ketentuan kontrak dan peraturan pengadaan barang dan jasa pemerintah, keterlambatan penyelesaian pekerjaan dapat dikenakan denda sebesar 1‰ (satu permil) dari nilai kontrak per hari keterlambatan. Bahkan, dalam kondisi tertentu, kontraktor pelaksana berpotensi masuk dalam daftar hitam (blacklist).
Keterlambatan proyek ini juga berdampak langsung terhadap pelayanan publik, karena masyarakat belum dapat segera merasakan manfaat dari renovasi fasilitas kesehatan tersebut.
Secara umum, keterlambatan proyek yang bersumber dari dana DAK menimbulkan konsekuensi hukum, administratif, dan finansial bagi pihak-pihak yang terlibat.
Dalam konteks transparansi, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa setiap pelaksanaan proyek pemerintah wajib dilakukan secara terbuka dan dapat diawasi oleh masyarakat.
Selain itu, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung juga mengatur kewajiban pemasangan papan informasi proyek pada setiap pembangunan yang dibiayai negara. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui informasi proyek secara jelas serta melakukan pengawasan sebagai bentuk partisipasi publik (*)













