TribuneIndonesia.com
Di tengah panggung upacara, karpet merah, dan deretan bangku kosong setelah pesta kemerdekaan , ada satu adegan yang tak masuk rundown tapi paling jujur: seorang bocah kecil memunguti kue dari kotak makanan yang ditinggal begitu saja.
Buat kita, itu mungkin sisa. Makanan yang sudah tak menarik. Tapi buat dia, itu adalah rezeki. Pesta. Sebuah kemewahan yang jarang mampir.
“Makanan sisamu adalah hidangan lezat bagi yang lain.”
Saya tidak hendak menyindir apalagi nyinyir. Tapi cermin. Tentang ketimpangan yang sering kita bungkus dengan kata-kata nasionalis.
Delapan puluh tahun Indonesia merdeka, tapi pemandangan seperti ini masih ada. Masih banyak yang hidup dari remah. Dari sisa. Dari apa yang kita anggap tidak penting. Sementara negara terus memproduksi seremoni dengan jargon dan bendera.
Oleh Zulsyafri
PENA PUJAKESUMA