KORUPSI BERMULA DARI PILKADA DAN PILEG

- Editor

Minggu, 4 Mei 2025 - 18:29

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Muamar Saputra – Ketua LPP Suara Rakyat (LPP SURAK)

TribuneIndonesia.com

Korupsi adalah kejahatan yang paling merusak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia bukan hanya persoalan uang negara yang dicuri, tetapi lebih dari itu—korupsi adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat, pembunuhan terhadap masa depan anak-anak bangsa, serta penghancur nilai-nilai keadilan sosial yang diperjuangkan oleh konstitusi kita.
Sayangnya, meskipun pemberantasan korupsi terus digaungkan, praktik ini justru kian mengakar dan meluas. Yang lebih menyedihkan lagi, korupsi modern kini justru banyak berawal dari proses demokrasi yang seharusnya menjadi jalan menuju keadilan—yakni Pilkada dan Pileg.

Sebagai Ketua Lembaga Pemantau Pemilu LPP SURAK, saya menyampaikan dengan penuh keprihatinan bahwa Pilkada dan Pileg hari ini telah menjadi pintu awal suburnya korupsi di Indonesia. Fenomena ini kami amati langsung di lapangan, dari berbagai daerah hingga pusat, dari pemilihan kepala desa hingga pemilihan anggota legislatif nasional. Semua mengarah pada satu pola yang sama: demokrasi transaksional yang dikuasai oleh kekuatan uang.

Politik uang menjadi akar dari persoalan. Para calon kepala daerah maupun calon legislatif menghabiskan dana dalam jumlah besar untuk “membeli suara”, membagi sembako, amplop, paket, hingga menyogok tokoh-tokoh lokal agar mendapatkan dukungan. Proses ini tidak hanya mencederai prinsip demokrasi, tetapi juga merusak moral publik, karena secara tidak langsung masyarakat diajak melegitimasi kebohongan dan penyimpangan sejak awal proses.

Yang lebih berbahaya, pemimpin-pemimpin yang terpilih melalui cara seperti ini nyaris mustahil untuk benar-benar memihak rakyat. Sebab, setelah duduk di kursi kekuasaan, orientasi mereka bukan lagi pengabdian, melainkan bagaimana mengembalikan modal politik yang telah dikucurkan. Maka tak heran jika praktik korupsi anggaran, penggelembungan proyek, kolusi dalam tender, dan penempatan loyalis di jabatan strategis menjadi hal yang lumrah pasca pemilu.

Dalam kondisi seperti ini, suara rakyat tidak lagi memiliki makna. Yang diperjuangkan bukan kesejahteraan rakyat, melainkan keuntungan kelompok. Program-program pro-rakyat dikorbankan, diganti proyek-proyek bernuansa pencitraan dan keuntungan pribadi. Hak rakyat atas pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan ekonomi, dikesampingkan demi memenuhi ambisi dan kewajiban “balas budi” politik.

Inilah ironi besar dari demokrasi prosedural yang kita jalankan hari ini: rakyat berhak memilih, tapi tidak benar-benar memilih secara merdeka. Mereka diarahkan, dibeli, ditekan secara halus—dan semua itu dimungkinkan karena sistem pemilu kita belum benar-benar bersih.

Baca Juga:  Menanti Kereta, Menyapa Senja di Tengah Sawah

Oleh sebab itu, jika bangsa ini sungguh-sungguh ingin memberantas korupsi, maka reformasi Pilkada dan Pileg harus menjadi prioritas utama. Kita tidak bisa hanya sibuk menangkap koruptor setelah mereka menjabat. Kita harus mencegah mereka terpilih sejak awal.

Pertama, penyelenggara dan pengawas pemilu harus diperkuat. Mereka harus independen, transparan, dan terbebas dari pengaruh politik praktis. KPU dan Bawaslu di semua tingkatan perlu dibekali dengan anggaran, teknologi, serta perlindungan hukum yang memadai agar bisa menjalankan tugasnya tanpa tekanan.
Kedua, pendidikan politik kepada masyarakat harus ditingkatkan. Rakyat perlu diajak untuk sadar bahwa menolak politik uang adalah bentuk keberanian dan bentuk perjuangan mempertahankan masa depan mereka sendiri.
Ketiga, aparat penegak hukum, terutama Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK, harus serius menangani kasus politik uang. Tidak boleh ada lagi praktik “main mata” dengan pelaku. Sanksi terhadap pelaku politik uang harus diterapkan secara tegas dan terbuka agar menciptakan efek jera.
Keempat, partai politik sebagai pilar demokrasi harus ikut bertanggung jawab. Mereka harus membina kader-kader yang berintegritas, bukan justru menjadi mesin pembajak demokrasi yang hanya meloloskan calon berdasarkan kekuatan modal.

Sayangnya, hingga kini, praktik politik uang masih dianggap wajar oleh sebagian masyarakat. Ini menjadi tanda bahwa kita sedang menghadapi krisis kesadaran. Ketika masyarakat diam, ketika hukum tumpul, dan ketika elite politik ikut menikmati sistem rusak ini, maka korupsi akan terus hidup dan berkembang—bermula dari Pilkada, bermuara pada penderitaan rakyat.

Demokrasi sejatinya adalah sarana untuk menghadirkan pemimpin yang berkualitas, amanah, dan berpihak kepada rakyat. Namun demokrasi yang diracuni uang hanya akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang menjadi beban, bukan solusi.

Maka dari itu, kami dari LPP SURAK menyerukan kepada seluruh elemen bangsa: mari kita perbaiki sistem pemilu kita. Mari kita hentikan korupsi sejak dari bilik suara. Mari kita lawan politik uang dengan keberanian dan kesadaran bersama.

Jika kita terus membiarkan proses demokrasi dibajak oleh uang, maka kita sedang menciptakan generasi yang kehilangan harapan dan negara yang gagal melindungi rakyatnya.
Sudah saatnya kita mengubah arah. Dan perubahan itu harus dimulai dari keberanian untuk memperbaiki Pilkada dan Pileg—karena dari sanalah korupsi bermula.

Salam hormat,
Muamar Saputra
Ketua LPP Suara Rakyat (LPP SURAK)

Berita Terkait

Kuat di Iman, Tegar di Tugas: Kunci Sukses Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho Bangun Humas Humanis dan Berjiwa Rohani
FEIBC Merayakan Kehangatan Keluarga dan Semangat Bangsa dalam Gathering Oktober 2025: Feiby Josefina Pimpin Semangat ‘Fun, Elegant, Inspiring’
Menanti KPK Membasmi Agen Izin Peubloe (IUP) Nanggroe di Bumi Serambi Mekkah
Asal Jadi! Revitalisasi SDN Cikayas 3 Digeruduk Sorotan — Pengawasan Lemah, Kualitas Diragukan, Kepala Sekolah Bungkam
Bagaimana Aku Takut pada Kemiskinan, Sedang Aku Hamba dari Dia yang Maha Kaya
Peran ibu bupati aceh timur di garis depan melawan stanting melalui Edukasi Perilaku Higienis dan racun lingkungan
Jebakan Komunitas “Iming-Iming Impian”: Cuci Otak Berkedok Peluang, Janjikan Mobil hingga Rumah Miliaran
“Jaksa Tidur, Koruptor Tertawa: Publik Desak Jaksa Agung Bongkar Kebekuan Hukum di Daerah”
Berita ini 47 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 2 November 2025 - 10:33

Curi Kabel Tembaga di Underpass HM. Yamin, Dua Pelaku Ditangkap Polsek Medan Timur

Sabtu, 1 November 2025 - 08:19

Direksi PLN Bungkam Setelah Diduga EVP-nya Pertontonkan Tindak Kekerasan Bersenjata Tajam di Cinere

Kamis, 30 Oktober 2025 - 23:29

20 Kasus Terungkap, 25 Tersangka Dibekuk: Polsek Medan Tembung Hantam Kejahatan Tanpa Ampun

Senin, 27 Oktober 2025 - 23:53

Polda Sumut Ungkap 249 Kasus dan 226 Tersangka dalam Operasi Kancil Toba 2025

Minggu, 26 Oktober 2025 - 11:39

Tiga Remaja Bawa Sajam Diamankan Warga di Batang Kuis, Polisi Pastikan Bukan Pelaku Begal

Jumat, 24 Oktober 2025 - 12:33

Polres Subulussalam Selidiki Kasus Dugaan Perusakan Mobil di Desa Sikalondang

Rabu, 22 Oktober 2025 - 14:34

Rayap Besi Tumbang di Denai Pencuri Pagar Dihadiahi Tindakan Tegas Polisi

Senin, 20 Oktober 2025 - 14:28

“Lima Komplotan Curat di Pantai Labu Ditangkap, Motor Korban Dijual Murah ke Percut Sei Tuan”

Berita Terbaru

Pemerintahan dan Berita Daerah

Budaya Aceh Bergema: Grup Rapai Lonceng Aceh Pukau Warga di Maulid Gampong Lhee Meunasah

Minggu, 2 Nov 2025 - 15:33

Pemerintahan dan Berita Daerah

Bidan Farida : Tidak Ada Pungli Dalam UPKP Kabupaten Deli Serdang Tahun 2025

Minggu, 2 Nov 2025 - 13:27

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x