MEDAN | TribuneIndonesia.com–
Gelombang keresahan masyarakat kian membesar di Kota Medan. Warga mengeluhkan maraknya praktik percaloan dan pungutan liar dalam pelayanan pembayaran pajak serta penggantian plat kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, di Kantor Samsat Kota Medan.
Sejumlah warga menyebut, pelayanan di Samsat kini bak “lahan basah” bagi calo yang bebas berkeliaran. Begitu tiba di area Samsat, pengunjung langsung disambut oleh sekelompok orang yang diduga kuat sebagai calo. Mereka berdiri di depan pintu masuk, bahkan dengan sikap memaksa mengarahkan kendaraan menuju area pendaftaran.
Ironisnya, beberapa di antaranya tanpa segan meminta kunci sepeda motor warga untuk mengurus gesek nomor rangka, tanpa identitas resmi, tanpa izin tertulis, dan tanpa tanggung jawab jelas.
“Baru datang saja sudah didatangi banyak orang. Mereka langsung tawarkan jasa urus cepat, padahal kita mau urus sendiri. Kalau nolak, mereka tetap ngikutin, seolah-olah kita butuh bantuan mereka,” ujar seorang warga Medan dengan nada kesal, Kamis (6/11/2025).
Warga menilai situasi di Samsat Medan sudah di luar batas wajar. Selain percaloan, berbagai pungutan liar juga terus terjadi dengan dalih biaya tambahan pelayanan. Untuk fotokopi dokumen seperti KTP, STNK, dan BPKB beserta map, warga dikenakan biaya Rp30.000. Biaya gesek nomor rangka dipatok Rp15.000, ditambah biaya parkir Rp3.000.
Jika ditotal, warga bisa mengeluarkan biaya tambahan hingga Rp50.000 lebih, belum termasuk “uang minum” yang kerap diminta secara halus oleh oknum tertentu.
“Ini sudah keterlaluan. Kami datang mau bayar pajak, bukan mau ditarik sana-sini. Rasanya seperti bukan di tempat pelayanan resmi,” kata seorang warga lainnya yang meminta identitasnya disembunyikan.
Fenomena ini menimbulkan rasa kecewa dan ketidakpercayaan publik terhadap sistem pelayanan di Samsat. Masyarakat merasa negara justru kalah oleh praktik liar yang tumbuh subur di area pelayanan publik.
Warga juga mendesak agar Kapolda Sumatera Utara segera turun tangan memeriksa langsung kondisi lapangan, menertibkan para calo, dan menindak oknum yang membiarkan praktik pungli berlangsung di depan mata.
Kami mohon Bapak Kapolda Sumut turun langsung. Tolong tertibkan. Kami mau bayar pajak dengan tenang, tanpa dipalak di tempat resmi milik pemerintah,” pinta salah seorang warga dengan suara bergetar antara marah dan kecewa.
Menurut sejumlah pengamat pelayanan publik, situasi ini menunjukkan lemahnya pengawasan di lingkungan Samsat. Masyarakat yang ingin taat pajak justru menjadi korban praktik kotor yang menggerus kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Warga berharap pemerintah dan aparat penegak hukum benar-benar menindak tegas pihak-pihak yang bermain di balik praktik percaloan tersebut.
Bayar pajak itu kewajiban kami sebagai warga negara. Tapi kalau setiap tahun harus bayar ‘uang tambahan’ di luar aturan, lama-lama orang bisa malas datang ke Samsat,” tambah seorang warga yang sudah lima tahun berturut-turut mengalami hal serupa.
Keresahan masyarakat ini menjadi sinyal serius bagi aparat penegak hukum. Jika dibiarkan, praktik calo dan pungli di Samsat tidak hanya mencoreng nama institusi, tapi juga meruntuhkan kepercayaan rakyat terhadap pelayanan publik.
Kini, masyarakat hanya menunggu langkah nyata dari Kapolda Sumatera Utara. Mereka berharap, Samsat Medan kembali bersih, tertib, dan bebas dari calo—agar warga bisa menunaikan kewajiban pajaknya tanpa rasa takut dan tanpa pungutan liar.
Ilham Gondrong
















