Medan | TribuneIndonesia.com Suasana sidang Paripurna DPRD Sumatera Utara pada Kamis (17/07/2025) mendadak diwarnai aksi protes dari Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI). Aksi ini digelar bertepatan dengan penyampaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025 oleh Wakil Gubernur Sumatera Utara, H. Surya, yang juga mantan Bupati Asahan.
FPBI bersama Komite Pekerja Rakyat (KPR) menuntut DPRD Sumut segera mengambil tindakan atas kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap delapan buruh CV. Berkah Sawit Sejahtera (BSS), sebuah perusahaan sawit yang beroperasi di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan.
Lebih dari sekadar PHK, FPBI menuding perusahaan melakukan berbagai pelanggaran hak buruh yang mengarah pada kejahatan kemanusiaan. Mulai dari pemotongan upah sepihak, jam kerja yang melebihi batas, pemberangusan serikat buruh (union busting), hingga status kerja yang tidak jelas dan merugikan para pekerja.
“Kami sudah bersurat ke DPRD sejak 14 Mei 2025, tapi tidak ada respon. Sudah lebih dari dua bulan kami menunggu, dan ini sungguh memalukan,” tegas Didi, Ketua FPBI, di hadapan awak media. Ia mendesak agar DPRD segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kasus ini.
Menurut FPBI, persoalan ini sudah mereka laporkan ke berbagai instansi, termasuk Dinas Ketenagakerjaan Asahan, UPT Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah IV, hingga Ombudsman Sumut. Namun semua upaya itu, kata mereka, hanya berujung pada janji-janji tanpa realisasi.
“Kami kecewa berat. Surat kami pada Mei, Juni, hingga Juli semuanya tak mendapat jawaban berarti. Pemerintah seperti tutup mata. Sampai hari ini, tidak ada langkah konkret dari siapa pun,” tambah Didi dengan nada geram.
Dalam aksi itu, hadir pula seorang saksi dari masyarakat Asahan yang ikut bersuara langsung di hadapan anggota DPRD Sumut. Kehadirannya menjadi simbol dukungan masyarakat terhadap perjuangan para buruh yang hak-haknya dilanggar.
“Kami datang bukan hanya untuk menuntut keadilan bagi delapan buruh yang di-PHK pada Oktober 2024, tapi juga untuk memastikan agar DPRD dan pemerintah serius menangani persoalan ini. Jangan biarkan buruh terus jadi korban ketidakadilan,” seru Didi.
FPBI secara tegas menuntut agar DPRD Sumut segera menjadwalkan RDP dan memastikan seluruh proses berjalan terbuka, adil, dan berpihak pada perlindungan hak-hak buruh. Mereka tidak ingin lagi mendengar janji kosong atau alasan birokratis yang berlarut-larut.
“Kalau DPRD tetap diam, kami akan terus datang. Jangan anggap remeh suara buruh. Ini bukan sekadar soal delapan orang, ini soal prinsip keadilan dan hak hidup layak,” tutup Didi.
TribuneIndonesia.com
















