Bireuen/Tribuneindonesia.com
Tidak semua manusia diuji dengan kemiskinan; sebagian justru diuji dengan kelimpahan harta. Di Kabupaten Bireuen, ujian itu dijawab dengan iman, keikhlasan, dan pengabdian yang konsisten oleh Haji Subarni Agani, seorang tokoh pendiri daerah yang telah bertahun-tahun menjadikan kekayaan sebagai jalan ibadah.
Ia dikenal sebagai pengusaha sukses yang membangun usahanya melalui ketekunan dan kejujuran. Berawal dari usaha udang yang berkembang dari Aceh hingga Sumatra Utara, Haji Subarni Agani kemudian merintis dan mengembangkan perkebunan kelapa sawit hingga mencapai keberhasilan. Namun, capaian itu tak pernah menjauhkannya dari rakyat kecil—justru semakin mendekatkannya.
Sejak lama, ia memegang satu prinsip hidup yang teguh: harta adalah amanah. Zakat ditunaikan secara konsisten, sedekah dijalankan tanpa henti, dan bantuan bagi fakir miskin, anak-anak yatim, serta keluarga kurang mampu disalurkan secara rutin setiap bulan bersama seluruh anggota keluarganya. Amal tersebut bukanlah kegiatan sesaat, melainkan jalan hidup yang dijaga dengan penuh istiqamah.
Kepedulian itu tak hanya hadir di masa lapang, tetapi semakin nyata ketika bencana melanda. Pascabanjir besar di Kabupaten Bireuen, ia mendirikan dapur umum di kompleks Masjid Agung Sultan Jeumpa Bireuen untuk melayani masyarakat yang terjebak di pusat kota. Dari tempat itu, makanan hangat dibagikan setiap hari sebagai wujud empati dan penguatan bagi warga yang sedang diuji.
Tak berhenti di situ, ia juga menyalurkan 50 ton beras bagi korban banjir di Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Bener Meriah. Bantuan tersebut diberikan tanpa pamrih, tanpa syarat, dan tanpa sorotan, semata-mata sebagai panggilan kemanusiaan dan ibadah.
Dalam ikhtiar membangkitkan ekonomi rakyat secara berkelanjutan, ribuan bibit kelapa sawit unggul dibagikan secara gratis kepada warga Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Bantuan ini bukan sekadar sedekah, melainkan upaya jangka panjang agar masyarakat dapat bangkit dan mandiri pascabencana.
Kontribusinya juga nyata dalam pembangunan masjid dan pesantren. Dengan dana pribadi bernilai miliaran rupiah, ia membangun rumah-rumah Allah dan lembaga pendidikan Islam sebagai pusat ibadah, pembinaan iman, serta penanaman akhlak bagi generasi muda.
Ketua Umum Relawan Peduli Rakyat Lintas Batas, Arizal Mahdi, menilai keteladanan tersebut sebagai pelajaran besar bagi dunia usaha.
“Beliau telah bertahun-tahun bersedekah tanpa henti, dalam sunyi dan keikhlasan. Hartanya mengalir menjadi zakat, masjid, pesantren, dapur umum, dan beras bagi korban banjir. Semoga keteladanan ini menggugah hati para pengusaha lainnya,” ujar Arizal.
Menurut Arizal, di tengah krisis moral dan sosial, sosok tokoh pendiri Kabupaten Bireuen ini memperlihatkan wajah Islam yang hidup—Islam yang hadir ketika rakyat lapar, terendam banjir, dan membutuhkan uluran tangan.
Kesaksian masyarakat pun menguatkan hal tersebut. Seorang warga Desa Suka Tani, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, mengungkapkan bahwa bantuan itu telah dirasakan nyata selama bertahun-tahun. “Beliau selalu menyalurkan zakat ke desa kami, nilainya mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Selain itu, banyak bantuan ternak lembu yang diberikan kepada warga Desa Suka Tani dan sekitarnya. Sudah berlangsung lama, dan kami belum pernah melihat pengusaha lain di Bireuen dengan kepedulian seperti ini,” ujarnya.
Di mata masyarakat, ia dikenal rendah hati, tidak angkuh, dan menjauh dari sikap pamer amal. Seluruh kebaikan diniatkan semata-mata untuk Allah SWT.
Di tengah bencana dan kegelisahan zaman, kisah hidupnya menjadi pengingat yang mengetuk nurani: kemuliaan manusia tidak diukur dari banyaknya harta, melainkan dari seberapa lama dan seberapa tulus harta itu mengalir untuk ibadah dan sesama.(*)
















