Aceh Tamiang | TribuneIndonesia.com
Masyarakat Aceh Tamiang, khususnya di Kecamatan Manyak Payed, tengah menghadapi lonjakan harga kebutuhan pokok yang sangat drastis. Kondisi ini membuat warga menjerit dan merasa bahwa nilai mata uang rupiah seakan tak lagi memiliki daya beli yang berarti di pasar tradisional.
Ketua PENA PUJAKESUMA (Petani & Nelayan) Aceh Tamiang, Purn TNI Zulsyafri, menyampaikan bahwa harga bahan pokok mengalami kenaikan yang signifikan dalam beberapa pekan terakhir. Di antaranya, harga bawang merah telah menembus Rp60.000 per kilogram, cabai Rp40.000/kg, serta harga telur, daging ayam, dan beras yang terus merangkak naik.
“Warga semakin tertekan. Mereka yang berpenghasilan rendah dan menengah sangat merasakan dampaknya. Uang Rp50.000 yang biasanya cukup untuk belanja harian kini hanya bisa membeli beberapa item saja,” ujar Zulsyafri.
Sejumlah warga di Kecamatan Manyak Payed menyuarakan keluhan yang sama. Iyem, seorang ibu rumah tangga, mengaku kesulitan mencukupi kebutuhan dapur karena harga-harga yang melonjak tinggi.
“Mau beli cabai, bawang, telur, semuanya mahal. Kami hanya bisa belanja secukupnya dengan uang seadanya. Kalau uang habis hari ini, besok harus cari lagi, dan belum tentu harga turun,” keluhnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Siti, warga lainnya yang tampak berkeringat usai berbelanja. Ia menyebut, di tengah menyambut bulan kemerdekaan Agustus, rakyat kecil seperti dirinya justru belum merasakan arti kemerdekaan yang sesungguhnya.
“Kami juga ingin merdeka. Tapi bagaimana bisa, kalau rupiah yang kami pegang tidak cukup untuk membeli kebutuhan rumah tangga? Padahal inilah mata uang negara kami,” ungkapnya dengan nada lirih.
Desakan Operasi Pasar
PENA PUJAKESUMA melalui ketuanya mendesak agar Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, DPRK, dan Perum Bulog segera bertindak cepat dengan menggelar operasi pasar guna menekan harga bahan pokok.
“Pemerintah tidak boleh tinggal diam. Harus segera hadir untuk mengendalikan krisis harga ini, terutama menjelang HUT RI. Jangan biarkan rakyat terus tercekik dalam tekanan ekonomi,” ujar Zulsyafri.
Menurutnya, ketidakstabilan harga pangan bukan hanya berdampak pada daya beli, tetapi juga memicu keresahan sosial. Ia menekankan pentingnya langkah konkret pemerintah untuk memastikan keterjangkauan harga dan ketersediaan bahan pokok di pasaran.
“Kami berharap para pemangku kebijakan turut merasakan beban yang ditanggung masyarakat kecil hari ini. Jangan biarkan kemerdekaan hanya dinikmati segelintir kalangan. Kami juga ingin hidup makmur dan sejahtera,” tutup Zulsyafri.
Masyarakat Aceh Tamiang kini berharap penuh kepada pemerintah agar segera turun tangan dan tidak menutup mata terhadap kesulitan ekonomi yang tengah mereka alami. Di tengah semangat menyambut hari kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, warga ingin merasakan makna kemerdekaan yang nyata, bukan hanya simbolik, tetapi hadir dalam bentuk keadilan ekonomi dan kesejahteraan yang merata.
(Redaksi)















