Takengon | TribuneIndonesia.com
Roda pemerintahan di Aceh Tengah dinilai kian kehilangan arah. Kondisi daerah yang sedang terpuruk justru tidak menjadi perhatian utama para pemimpin daerah.
Aliansi Masyarakat Gayo, dengan semangat membara, mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah untuk menyampaikan sederet tuntutan. Tuntutan tersebut lahir dari realita lapangan dan diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai persoalan yang menjerat masyarakat.
Namun, harapan itu kembali kandas. Pasalnya, saat massa hadir di gedung dewan, Bupati, Wakil Bupati, bahkan Ketua DPRK Aceh Tengah tidak terlihat berada di tempat. Ketidakhadiran pucuk pimpinan itu memunculkan tanda tanya besar: apakah pemimpin negeri ini benar-benar peduli pada jeritan rakyatnya?
Ironisnya, pada waktu yang bersamaan, Wakil Bupati bersama Wakil Dandim, Kepala Kesbangpol, hingga Camat Pegasing justru hadir di Desa Weh Nareh. Kehadiran mereka bukan untuk membahas krisis atau mendengar aspirasi rakyat, melainkan mengikuti acara peresmian sekaligus pengukuhan organisasi masyarakat bernama Paguyuban Baraya Sunda Jaya.
Bagi masyarakat, langkah tersebut jelas mencerminkan wajah asli pemerintahan: lebih mengutamakan seremonial selebrasi ketimbang menyelesaikan persoalan mendesak yang sedang mencekik rakyat.
“Ini seperti menampar wajah masyarakat luas. Rakyat datang dengan penuh harapan, tapi yang mereka dapat hanya kekecewaan,” ujar salah satu anggota Aliansi Masyarakat Gayo di sela aksi.
Aliansi itu menegaskan, tuntutan yang mereka bawa bukanlah retorika kosong, melainkan fakta lapangan yang nyata dirasakan masyarakat. Namun, absennya pimpinan daerah dianggap menunjukkan rapuhnya komitmen pemerintah dalam membela kepentingan rakyat.
Kini publik bertanya-tanya, apakah kepemimpinan di Aceh Tengah masih berpihak pada rakyat, atau hanya sibuk mengurusi acara seremonial yang jauh dari persoalan kebutuhan masyarakat?
(Dian Aksara)