Deli Serdang | TribuneIndonesia.com
Karya jurnalistik sejatinya bukan sekadar untaian kata. Ia lahir dari pemikiran mendalam, riset yang cermat, dan dedikasi tanpa lelah. Dalam setiap tulisan yang orisinal, tercermin nilai-nilai intelektual, moral, dan idealisme seorang jurnalis sejati. Karya itu adalah cermin integritas , bukan komoditas murahan yang bisa ditiru dan diklaim sesuka hati.
Namun, realita pahit kembali mencuat. Di tengah era keterbukaan informasi, masih ada oknum jurnalis yang tega mencederai etika profesi. Mereka dengan gamblang melakukan aksi copy-paste (kopas) dari karya orang lain, lalu mengklaimnya sebagai hasil pribadi , demi keuntungan pribadi dan citra semu.
Ironisnya, hasil kopas tersebut bahkan disebarluaskan ke berbagai grup WhatsApp hingga instansi pemerintahan, seolah-olah merupakan hasil liputan eksklusif mereka sendiri. Layaknya “pahlawan informasi palsu”, mereka mendulang pujian di atas jerih payah orang lain. Padahal sejatinya, mereka hanyalah pencuri intelektual yang berselimut status wartawan.
Perilaku seperti ini tidak hanya melanggar norma etika jurnalistik, tapi juga berpotensi menghancurkan kepercayaan publik terhadap media. Kredibilitas pers , fondasi utama dalam dunia jurnalistik , kini dipertaruhkan akibat ulah segelintir oknum tak bertanggung jawab.
Kini saatnya seluruh insan pers, terutama generasi muda, bangkit dan bersuara. Profesi jurnalis adalah profesi mulia, bukan ajang untuk mengambil jalan pintas demi popularitas sesaat. Integritas dan kejujuran harus tetap menjadi kompas utama.
Menjadi jurnalis sejati bukan diukur dari seberapa banyak berita yang dirilis, tetapi dari seberapa jujur dan orisinal setiap tulisan yang dihasilkan. Dunia jurnalistik tidak boleh menjadi ruang gelap penuh bayang-bayang plagiarisme dan manipulasi.
Berita ini bukan sekadar kritik, tetapi peringatan keras. Jika pembiaran terus terjadi, maka kita semua akan kehilangan esensi sejati dari profesi jurnalis: menyuarakan kebenaran, bukan meniru kebohongan.
Ilham TribuneIndonesia.com