MEDAN | Tribuneindonesia.com
Sumatera Utara berdiri di tepi jurang. Di satu sisi, ada upaya keras menjaga kehidupan. Di sisi lain, bayangan kehancuran perlahan menelan bumi, mencemari tanah, membunuh air, dan menyesakkan udara.
Komitmen terhadap pelestarian lingkungan bukan lagi soal regulasi. Ini adalah pertarungan hidup dan mati. Pertarungan yang dipimpin segelintir sosok yang sadar bahwa jika kita gagal hari ini, esok tinggal puing dan penyesalan.
Salah satunya adalah Yuliani Siregar, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Sumatera Utara. Di bawah komando Gubernur Muhammad Bobby Afif Nasution, ia berdiri di garis depan, mengusung semangat “Kolaborasi Sumut Berkah” bukan sebagai slogan, tapi tameng terakhir menghadang badai pencemaran.
Dalam seremoni yang berlangsung Kamis, 22 Mei 2025, tiga perusahaan menerima penghargaan PROPER emas. Di permukaan, ini kabar baik. Tapi di balik senyum dan foto bersama itu, terdapat kenyataan yang menghantui: dari 250 perusahaan, 197 masih berada di zona biru, 41 merah, dan beberapa hitam—kelam, jahat, dan berbahaya.
Perusahaan hitam bukan sekadar lalai.
Mereka sengaja mencemari. Menebar racun tanpa belas kasih. Menyulap sungai menjadi saluran maut. Menjadikan udara sebagai pembawa penyakit. Ini bukan pelanggaran. Ini persekongkolan terhadap kehidupan.
Yuliani tidak diam. Dengan ketegasan yang tajam, ia bersumpah akan menindak tegas pelaku pencemaran. “Kategori hitam adalah mereka yang sengaja mencemari lingkungan. Itu tidak bisa dibiarkan,” ucapnya dengan nada yang lebih mirip ultimatum.
Sikap ini bukan tanpa alasan. Di balik data dan grafik, ada warga yang sakit, anak-anak yang tumbuh dengan paru-paru lemah, dan petani yang tak lagi bisa panen karena tanahnya membusuk. Ini adalah konsekuensi dari abainya korporasi, dan rapuhnya tanggung jawab sosial.
Model kepemimpinan Gubernur Bobby Nasution yang kolaboratif dan berpihak pada keberlanjutan menemukan simbol perlawanan dalam diri Yuliani: sosok yang tidak sekadar bekerja, tapi bertempur melawan kehancuran yang diproduksi atas nama keuntungan.
Apa yang dilakukan Dinas LHK bukan hanya evaluasi tahunan.
Ini adalah peringatan—bahwa Sumatera Utara masih bisa selamat, jika kita memilih untuk bertindak sekarang. Tapi jika tidak, maka apa yang kini hijau akan layu. Dan yang tersisa hanyalah jejak hitam di tanah Sumut: bukti kita pernah tahu, tapi memilih diam
Ilham Tribuneindonesia.com















