Hentikan Pengusutan Kasus Kekerasan Bersajam Oknum EVP PLN di Depok, Polisi Didesak Kaji Ulang RJ

- Editor

Jumat, 31 Oktober 2025 - 14:20

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta – Tindak pidana pengeroyokan dan penganiayaan dengan menggunakan senjata tajam terhadap juru parkir (jukir) di Jalan Raya Cinere, Depok Jawa Barat, yang viral di media sosial, mulai mengundang perhatian berbagai pihak.

Kasus ini semakin menarik karena pelaku diduga kuat adalah oknum pejabat manajemen atas PT PLN (Persero) bernama Chorinus Eric Nerokou (CEN), yang menjabat sebagai EVP Bantuan Hukum.

Kasus ini pun semakin menarik perhatian, setelah diproses 1×24 jam, pelaku yang sebelumnya ditangkap bersama seorang pelaku lain yang disebut-sebut anaknya, justru tidak ditahan. Belakangan diakui bahwa pelaku sudah dibebaskan Polres Metro Depok lewat proses Restorative Justice (RJ) setelah terjadi perdamaian dengan korban. Reaksi pun mulai bermunculan.

Pengamat hukum Dicki Nelson, S.H., M.H., C.L.A. secara tegas menyatakan, bahwa tindakan seseorang yang terlihat dalam video viral di media sosial menggunakan senjata tajam (parang panjang) untuk melakukan ancaman dan kekerasan fisik terhadap juru parkir seperti yang diposting akun @depok24jam, merupakan perbuatan pidana Penganiayaan dan/atau Pengeroyokan.

“Jelas diatur dalam Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tentang penganiayaan, yang berbunyi: penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

– Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan,” tegas Dicki di Jakarta, Jumat (31/10/2025).

Kemudian, lanjut pengacara dari Dicki Nelson & Partners Law Firm ini, pelaku juga bisa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 yang berbunyi barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

“Atas tindakan tersebut juga telah menimbulkan akibat terhadap korban dan masyarakat. Perbuatan tersebut menimbulkan akibat langsung terhadap psikis korban, serta akibat tidak langsung berupa keresahan dan ketakutan masyarakat sekitar.,” ujarnya

Dalam konteks hukum pidana, sambungnya, akibat seperti ini menunjukkan adanya gangguan terhadap ketertiban umum dan rasa aman masyarakat, sehingga perkara semacam ini tidak semata-mata merupakan delik aduan pribadi, melainkan juga berimplikasi pada kepentingan publik.

“Hal ini sejalan dengan asas dalam hukum pidana bahwa setiap perbuatan yang menimbulkan ancaman terhadap ketertiban umum wajib ditindak demi kepentingan hukum dan keadilan.

Fakta lain menyebutkan bahwa tindakan tersebut dilakukan oleh seorang pejabat tinggi PT PLN (Persero) yang menjabat sebagai Executive Vice President (EVP), maka tindakan kekerasan bersenjata tersebut melanggar prinsip integritas dan profesionalisme sebagaimana diatur dalam ketentuan etik korporasi.

Dalam Kode Etik dan Perilaku (Code of Conduct) PLN menjelaskan bahwa setiap insan atau pejabat PLN diharuskan untuk menjunjung tinggi kehormatan, martabat, menjaga citra perusahaan serta meningkatkan nilai perusahaan (value added),” urainya.

Selain itu, kata Dicki, ketentuan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-06/MBU/04/2021 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) mengharuskan setiap pejabat BUMN berperilaku etis, bertanggung jawab, dan menghindari perbuatan yang merusak reputasi perusahaan.

Baca Juga:  Presiden Prabowo Akan Kumpulkan Ketum Partai dan Kepala Daerah KIM Plus Bahas Restrukturisasi dan Efisiensi

“Oleh karena itu PLN secara internal wajib menjatuhkan sanksi etik dan/atau disiplin jabatan terhadap yang bersangkutan sebagai bentuk akuntabilitas moral dan korporasi,” terangnya.

Menyikapi penerapan Restorative Justice (RJ) dalam kasus ini, Dicki menyebutkan bahwa dan dalam pelaksanaan RJ harus memenuhi syarat tertentu yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2022 tentang Keadilan Restoratif.

Adapun syarat dilakukannya RJ antara lain:

1. Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat;

2. Adanya kesepakatan perdamaian antara kedua belah pihak secara sukarela tanpa adanya tekanan;

3. Tindak pidana dapat dilakukan Restorative Justice terhadap kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban manusia;

4. Ancaman pidana di bawah 5 (lima) tahun;

5. Bukan pelaku pengulangan Tindak Pidana berdasarkan Putusan Pengadilan;

6. Bukan Tindak Pidana Terorisme, Tindak Pidana terhadap keamanan negara dan Tindak Pidana Korupsi.

Karena itu menurut Dicki, Apabila perbuatan tersebut menimbulkan keresahan publik dan melibatkan pejabat publik dengan senjata tajam, maka penerapan RJ seharusnya dilakukan secara hati-hati.

“Dan penegak hukum wajib mempertimbangkan kepentingan publik dan integritas institusi hukum agar tidak menimbulkan anggapan/indikasi penyelewengan Hukum di mata masyarakat. Karena jika kita kaitkan dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi,” bebernya.

“Dalam kasus ini Penggunaan senjata tajam oleh seorang pejabat tinggi PLN di ruang publik tentu menimbulkan keetakutan dan keresahan masyarakat, yang berarti melanggar hak konstitusional warga negara atas rasa aman dan perlindungan dari bentuk ancaman apapun. Negara, melalui aparat penegak hukum, berkewajiban memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat bukan hanya sekedar membiarkan tindak kekerasan diselesaikan dengan perdamaian,” imbuhnya

Lanjut Dicki, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, menjelaskan bahwa siapa yang tanpa hak menggunakan senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

“Hal tersebut menerangkan bahwa dalam penerapan RJ pada kasus ini harus dikaji ulang kembali karena tidak memenuhi syarat RJ yaitu hanya berlaku bagi tindakan pidana yang ancamannya dibawah 5 tahun,” pungkasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budhi Hermanto yang kembali dikonfirmasi terkait penggunaan senjata tajam dalam kasus yang melibatkan pejabat BUMN hingga berakhir RJ, justru seolah ragu menjelaskannya lebih jauh.

“Ket dr penyidik sejauh ini blm dilakukan sidik terhadap sajamnya. Penyidik masuk dr perkara awal dan tdk menyidik terkait sajam,” terangnya melalui pesan singkat WhatsApp, Jumat (31/10/2025).

Bahkan ketika disinggung bahwa perkara pidananya dipilah dan tidak dijadikan satu kesatuan mas dan indikasi kasus sajamnya dikesampingkan, perwira menengah yang akrab disapa Ndan Buher ini memilih tak merespons.

Berita Terkait

Sempat Viral di Medsos, Tindak Kekerasan Bersajam Diduga Oknum EVP PLN di Depok Berakhir Damai
Ashari Tambunan Diperiksa Kejati Sumut Terkait Dugaan Korupsi Aset PTPN-1
Kasus Jalan di Tempat, Pelapor Sebut Terlapor “Kebal Hukum”, Desak Kapolresta Deli Serdang Bertindak Tegas
Kejari Deli Serdang Selamatkan Uang Negara Rp7 Miliar dari Dua Kasus Korupsi
Diduga Telantarkan Penumpang hingga Meninggal Dunia, PT ALS Dikecam Keras: “Ini Soal Nyawa Manusia, Bukan Binatang!”
Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Hasil Korupsi Penjualan Aset PTPN I
Kades Kramatmanik Dituding Hindari Klarifikasi, Dana Ketapang Ratusan Juta Jadi Teka-Teki!
Pengadaan Barang dan Jasa di Sekretariat DPRA Terindikasi Mark-Up, KAKI Desak KPK Turun Gunung
Berita ini 7 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 31 Oktober 2025 - 02:12

ASN BNN Pidie Jaya Raih Tiket Umrah dari Kapolda Aceh

Jumat, 31 Oktober 2025 - 00:57

Pembangunan TPT di Kampung Sawah Huluwarang Dorong Akses dan Ekonomi Desa Sukasaba

Jumat, 31 Oktober 2025 - 00:54

Warga Desa Sukasaba Bahagia Dan Ucapkan Terimakasih Atas Pembangunan Jalan TPT Kampung Sawah Huluwarang

Kamis, 30 Oktober 2025 - 12:49

*Kapolres Aceh Timur Hadiri Pelepasan dan Pemberangkatan Kafilah MTQ XXXVII

Kamis, 30 Oktober 2025 - 11:33

Viral! Otak Pengeroyokan dan Penganiayaan Jukir Menggunakan Sajam di Depok Diduga EVP PLN, “Terapkan UU Darurat

Kamis, 30 Oktober 2025 - 10:04

Bank Aceh Syariah Salurkan Zakat untuk 1.216 Mustahik Miskin Produktif di Aceh Tenggara

Kamis, 30 Oktober 2025 - 10:01

Aroma Penyimpangan di Proyek Rp781 Juta SDN Sukawaris 2 — Kepala Sekolah Bungkam, Baja Bekas Hilang Entah ke Mana!

Kamis, 30 Oktober 2025 - 02:20

ASN Rangkap Jabatan Bikin Heboh Cikeusik, Surat Mundur Tak Diterima, Wartawan Siap Turun!

Berita Terbaru

Pemerintahan dan Berita Daerah

352 Atlet Ikuti Porcam Patumbak ke-1

Sabtu, 1 Nov 2025 - 08:07