Takengon | TRIBUNEIndonesia.com
Di tengah riuh lalu lintas dan hiruk-pikuk Terminal Angkutan Umum Paya Ilang, keresahan warga kian menggunung. Sejumlah bengkel motor yang bertebaran di kawasan tersebut diduga menjadi sumber kebisingan yang mengganggu kenyamanan lingkungan.
Pantauan lapangan memperlihatkan situasi berulang setiap harinya: suara gas motor yang baru selesai diservis meraung-raung, memantul di dinding rumah warga. Tak jarang, jalan umum di sekitar bengkel dijadikan lintasan uji coba, di mana mekanik menekan gas hingga suara knalpot memekakkan telinga pengguna jalan lain.
“Setiap kali mereka uji motor, kami yang tinggal persis di samping bengkel harus menutup jendela meski cuaca panas,” keluh seorang warga. “Kami pernah minta supaya jangan terlalu kencang, tapi jawaban bengkel hanya ‘sama-sama cari makan.’”
Keluhan serupa datang dari banyak warga sekitar. Mereka mengaku muak dengan raungan mesin yang kerap berlangsung hingga larut malam. Anak-anak sulit tidur, orang tua menjadi cepat marah, dan rasa tenang semakin sulit didapat.
Ironisnya, kebisingan ini terjadi hanya sepelemparan batu dari Terminal Paya Ilang, lokasi di mana aparat lalu lintas maupun perhubungan sering terlihat beraktivitas. Namun, hingga kini hampir tak ada langkah nyata untuk menertibkan bengkel-bengkel tersebut.
“Kami heran, kenapa petugas yang tiap hari ada di terminal seperti tak mendengar deru mesin itu? Seolah tutup telinga,” ujar seorang sopir angkutan. “Padahal, aturan soal kebisingan jelas ada. Kenapa dibiarkan?”
Menurut pakar kesehatan lingkungan, paparan kebisingan berkepanjangan bukan sekadar mengganggu kenyamanan, tapi juga bisa menimbulkan stres, gangguan tidur, hingga meningkatkan tekanan darah. Di kawasan padat seperti Paya Ilang, risiko ini makin besar karena rumah warga berhimpitan dengan lokasi bengkel.
Pemerhati tata kota menilai lemahnya pengawasan menjadi cermin kurang tegasnya regulasi di tingkat lokal. Izin usaha seharusnya mengatur jam operasional dan ambang batas kebisingan, namun pengawasan lapangan hampir tak berjalan. Akibatnya, warga menjadi pihak yang paling dirugikan.
“Bukan berarti kami menolak usaha bengkel,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat. “Kami hanya minta aturan ditegakkan. Kalau mau uji motor, jangan di jalan umum. Jangan sampai rumah tetangga bergetar karena gas motor di dalam bengkel. Hargai hak kami untuk hidup tenang.”
Warga kini mendesak Pemerintah Daerah dan dinas terkait untuk meninjau ulang izin bengkel yang dinilai abai terhadap kenyamanan lingkungan. Pembatasan jam kerja, larangan uji coba kendaraan di jalan umum, serta aturan ambang batas kebisingan dianggap mendesak dilakukan sebelum keresahan berubah menjadi konflik terbuka.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Dinas Perhubungan maupun pemerintah kecamatan. Warga Paya Ilang hanya berharap keluhan mereka tidak kembali tenggelam di antara deru knalpot bengkel yang terus meraung.
(Dian Aksara)















