Banjir, Penjarahan Hutan, dan Geografi Kekuasaan: Ketika Krisis Ekologi Indonesia Membuka Wajah Ketimpangan Nasional

- Editor

Senin, 22 Desember 2025 - 01:29

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Aceh/Tribuneindonesia.com

 

Banjir besar yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat tidak dapat lagi dipandang sebagai bencana alam semata. Peristiwa ini adalah manifestasi nyata dari kegagalan tata kelola lingkungan yang telah berlangsung lama—di mana hutan-hutan di luar Pulau Jawa dieksploitasi secara masif, sementara korban kemanusiaannya hampir seluruhnya berasal dari wilayah pinggiran kekuasaan.

Selama puluhan tahun, praktik penebangan hutan ilegal dan perusakan kawasan lindung di berbagai wilayah luar Jawa berlangsung di bawah bayang-bayang kepentingan politik dan ekonomi yang terpusat di Pulau Jawa. Izin konsesi, kebijakan tata ruang, serta keputusan strategis terkait sumber daya alam umumnya dirancang dan dikendalikan dari pusat kekuasaan negara. Namun, hutan yang dikorbankan justru berada di Aceh, Sumatra, Kalimantan, dan Papua.

Akibatnya kini terlihat jelas. Komunitas lokal di Aceh dan berbagai wilayah di Pulau Sumatra menjadi korban banjir, longsor, hilangnya mata pencaharian, serta meningkatnya kemiskinan struktural. Sungai-sungai meluap bukan semata karena curah hujan tinggi, melainkan karena hutan yang seharusnya menjadi benteng ekologis telah digunduli atas nama pembangunan.

Pola ini mencerminkan ketimpangan struktural yang serius:
sumber daya alam diekstraksi dari daerah, sementara risiko, bencana, dan penderitaan ditanggung oleh rakyat di luar pusat kekuasaan.

Ironisnya, di tengah skala kerusakan yang luas dan penderitaan masyarakat yang mendalam, pemerintah pusat justru menunjukkan sikap enggan membuka ruang bagi bantuan dan pendampingan internasional. Penolakan terhadap bantuan kemanusiaan dan teknis dari luar negeri menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi, akuntabilitas, dan kesiapan negara untuk dievaluasi secara independen dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Baca Juga:  Bawa Badik Pinjaman saat Dini Hari, Remaja di Ranowulu Bitung Ditangkap Tim Patroli Polres

Peringatan dari Masyarakat Sipil

Ketua Umum Relawan Peduli Rakyat Lintas Batas, Arizal Mahdi, mengingatkan bahwa bencana ekologis tidak pernah berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan langsung dengan keputusan politik dan kebijakan negara.

> “Ketika hutan di luar Pulau Jawa diperlakukan seolah-olah tidak bernilai, dan perusakannya dibiarkan, maka banjir bukan lagi sebuah kebetulan. Ia adalah akibat. Menolak bantuan internasional di tengah penderitaan rakyat hanya akan memperdalam krisis kepercayaan dan memperpanjang luka kemanusiaan.”

 

Organisasi masyarakat sipil menilai, tanpa langkah tegas untuk memutus impunitas jaringan penebangan ilegal, memperbaiki tata kelola kehutanan, serta mendesentralisasi pengambilan keputusan lingkungan, bencana serupa akan terus berulang. Perubahan iklim memang memperparah dampak, tetapi kegagalan tata kelola adalah faktor pengganda utama.

Lebih dari Sekadar Banjir

Krisis ini bukan hanya persoalan lingkungan, melainkan juga persoalan keadilan nasional dan tanggung jawab moral negara. Selama keuntungan dari perusakan hutan mengalir ke elit ekonomi-politik yang berpusat di Pulau Jawa, sementara korban jiwa, pengungsian, dan kehancuran sosial terjadi di luar Jawa, maka narasi pembangunan nasional akan selalu timpang dan rapuh.

Banjir di Aceh dan Sumatra seharusnya menjadi peringatan keras, tidak hanya bagi pemerintah pusat, tetapi juga bagi komunitas internasional. Kerusakan lingkungan di Indonesia berdampak langsung pada stabilitas iklim global, keanekaragaman hayati dunia, dan perlindungan hak asasi manusia.

Menutup mata, menyangkal fakta, dan menolak bantuan tidak akan menghentikan air untuk kembali naik.(mahdi)

Berita Terkait

Pasca Benca IDI Aceh Tengah Trobos Jalur Akstrim Berikan Pelayanan Kesehatan Gratis di Daerah Terisolir
Banjir Berulang di Sumatra Picu Alarm HAM atas Tanggung Jawab Negara
Ketua TIM Pusat Resmikan Meunasah TIM Cabang Slipi Jakbar
Buka Lokasabha XII MGPSSR, Koster Ajak Pesemetonan Komit Jaga Adat dan Keutuhan Bali
Buka Lokasabha XII MGPSSR, Koster Ajak Pesemetonan Komit Jaga Adat dan Keutuhan Bali
Bupati Aceh Tenggara Copot Sekretariat Baitul Mal “Tidak Peka Terhadab Situasi”.
‘Hidup Jaya Mati Sempurna’ Konsistensi Jamaah Laduna Ilma dalam Balutan Ukhuwah dan Kajian Qur’ani
Banjir Membongkar Ilegal Logging dan Kegagalan Tata Kelola saat Indonesia Menolak Bantuan Internasional
Berita ini 14 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 22 Desember 2025 - 01:33

Kombes Silvester Simamora, S.I.K., M.H., Menyalurkan bantuan kepada para korban bencana banjir

Rabu, 17 Desember 2025 - 06:51

Simpur jaya Menuju Gayo Lues Sudah Tembus Roda 2

Selasa, 16 Desember 2025 - 01:21

Aspirasi Warga Kemukiman Bracan Terkait Listrik Dikawal Polres Pidie Jaya Berjalan Kondusif

Jumat, 12 Desember 2025 - 00:53

DI SERUWAY ACEH TAMIANG, MARINIR LAKUKAN PENGOBATAN DAN BANTUAN DARI RUMAH KE RUMAH

Rabu, 10 Desember 2025 - 11:46

PANGKORMAR TERJUN LANGSUNG TINJAU LOKASI BANJIR, MEMBERI BANTUAN DAN TEMUI PRAJURITNYA

Rabu, 10 Desember 2025 - 01:48

PANGKORMAR TERJUN LANGSUNG TINJAU LOKASI BANJIR, MEMBERI BANTUAN DAN TEMUI PRAJURITNYA

Selasa, 9 Desember 2025 - 13:04

Titik target Gotong Royong Dampak banjir bandang Aceh Tenggara

Senin, 8 Desember 2025 - 01:33

Kapolres Pidie Jaya Cek Jalur Pidie Jaya–Bireuen dan Bersihkan Material Banjir

Berita Terbaru

Agama

20 Kafilah Ramaikan MTQ III Desa Jaharun B

Minggu, 21 Des 2025 - 14:55