Langsa | TribuneIndonesia.com
Satu bulan telah berlalu sejak banjir bandang melanda Kota Langsa. Namun, jejak bencana itu belum sepenuhnya hilang dari ruang-ruang publik. Sampah yang menumpuk dan selokan yang tertimbun lumpur masih menjadi pemandangan sehari-hari di sejumlah ruas jalan utama kota. Kondisi ini bukan hanya mengganggu estetika kota, tetapi juga memicu kembali genangan air setiap kali hujan turun, meski hanya sebentar.
Di beberapa titik strategis seperti Jalan Syiah Kuala, Jalan Teuku Umar, Jalan Rel, Jalan T M. Bahrum, Jalan Sudirman, hingga kawasan Jalan Iskandar Muda (Toko Belakang), genangan air dengan cepat muncul saat hujan. Air hujan yang seharusnya mengalir lancar justru tertahan oleh tumpukan sampah dan sedimentasi lumpur yang menutup saluran drainase. Akibatnya, ruas jalan kembali berubah menjadi kubangan, mengganggu aktivitas warga dan arus lalu lintas.
Warga setempat mengeluhkan lambannya penanganan pascabanjir. Mereka menilai upaya pembersihan yang dilakukan sejauh ini belum menyentuh akar persoalan. Sampah rumah tangga, sisa material banjir, serta lumpur yang mengendap di selokan belum diangkut secara menyeluruh. Di beberapa lokasi, sampah bahkan menumpuk di badan jalan, mempersempit ruang kendaraan dan meningkatkan risiko kecelakaan.
Banjir bandang yang terjadi sebulan lalu seharusnya menjadi momentum evaluasi serius bagi pengelolaan lingkungan dan sistem drainase Kota Langsa. Namun, kondisi lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan rumah itu masih jauh dari tuntas. Jika situasi ini dibiarkan berlarut-larut, potensi banjir susulan akan terus mengintai, terlebih di tengah intensitas hujan yang masih tinggi.
Selain persoalan teknis, masalah ini juga menyentuh aspek tata kelola dan kesadaran kolektif. Pemerintah daerah dituntut untuk lebih sigap dan terukur dalam melakukan pembersihan pascabanjir, tidak hanya bersifat seremonial atau temporer. Pembersihan drainase harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari pengangkutan lumpur hingga normalisasi aliran air. Di sisi lain, masyarakat juga diharapkan berperan aktif dengan tidak membuang sampah sembarangan, terutama ke saluran air.
Kondisi genangan yang berulang bukan hanya menimbulkan ketidaknyamanan, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan. Air yang tergenang bercampur sampah dapat menjadi sarang penyakit, terutama bagi anak-anak dan lansia. Bau tidak sedap serta lingkungan yang kotor turut memperburuk kualitas hidup warga di kawasan terdampak.
Satu bulan pascabanjir bandang, Kota Langsa seolah masih berkutat dengan sisa-sisa bencana yang belum tertangani secara optimal. Masyarakat berharap pemerintah kota segera mengambil langkah konkret dan berkelanjutan agar persoalan sampah dan drainase tidak terus menjadi sumber banjir berulang. Tanpa penanganan serius, setiap hujan sekecil apa pun, akan selalu membawa kekhawatiran baru bagi warga Langsa. (Cf)
















