Aceh Tamiang | TribuneIndonesia.com
Musibah banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Aceh Tamiang menyisakan persoalan serius. Di tengah upaya pemulihan pascabencana, muncul dugaan praktik penjarahan terhadap kendaraan bermotor milik warga yang terdampak banjir.
Informasi mengenai dugaan penjarahan tersebut mencuat dalam beberapa hari terakhir dan telah beredar luas di media sosial. Dugaan ini menyasar kendaraan milik korban banjir yang masih berada di lokasi bekas rendaman air dan belum sempat diamankan oleh pemiliknya.
Sekretaris PEPABRI Aceh Tamiang, Purnawirawan TNI Zulsyafri, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi tersebut. Ia menegaskan bahwa situasi pascabencana tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan.
“Kami berharap kepada pemilik kendaraan yang terdampak banjir, yang saat ini kendaraannya masih berada di lokasi bekas banjir, agar segera mengamankan kendaraannya. Minimal memberitahukan kepada masyarakat setempat sebagai langkah antisipasi dan penyelamatan harta benda,” ujar Zulsyafri, Selasa (23/12/2025)
Selain itu, Zulsyafri juga meminta aparat penegak hukum (APH) untuk meningkatkan pengawasan, khususnya terhadap angkutan yang membawa kendaraan bekas banjir. Menurutnya, setiap kendaraan yang diangkut harus dicurigai dan diperiksa secara ketat legalitas kepemilikannya.
“APH wajib mempertanyakan bukti-bukti kepemilikan yang sah. Walaupun ada alasan BPKB dan STNK hanyut terbawa banjir, pasti masih ada bukti lain yang dapat menunjukkan kepemilikan kendaraan tersebut,” tegasnya.
Ia juga menyoroti adanya laporan kendaraan yang diangkut keluar daerah dengan kondisi pelat nomor dilepas. Hal ini, menurutnya, harus menjadi perhatian serius aparat di lapangan.
“Kami berharap setiap kendaraan yang diangkut, apalagi yang akan dibawa keluar Aceh, diperiksa secara menyeluruh. Terutama jika pelat nomor tidak terpasang pada kendaraan,” tambah Zulsyafri.
Lebih lanjut, Zulsyafri mengajak masyarakat untuk berperan aktif mencegah praktik penjarahan. Warga diminta segera melaporkan kepada aparat penegak hukum jika melihat aktivitas mencurigakan di lingkungan sekitar.
“Pengawasan bersama sangat dibutuhkan agar korban banjir tidak kembali dirugikan. Jangan sampai peristiwa penjarahan seperti yang pernah terjadi pascatsunami Aceh Desember 2004 terulang kembali,” tutup Zulsyafri.

















