Deli Serdang | TribuneIndonesia.com — Narasi yang sempat beredar bahwa Polsek Batang Kuis tidak profesional dalam menangani perkara Sunaryo alias Kelik terbantahkan oleh fakta di lapangan. Berdasarkan keterangan saksi, bukti kepemilikan lahan yang sah, serta barang bukti senjata tajam, justru Sunaryo alias Kelik diduga kuat sebagai pelaku pengancaman terhadap penyewa lahan dan pekerjanya.
Dalam perkara ini, Bener Sihombing merupakan pelapor, sedangkan Sucipto, S.H., M.H., adalah penasihat hukum (PH) dari pemilik lahan yang sah.
Insiden terjadi pada Selasa, 11 November 2025 sekitar pukul 09.00 WIB, saat penyewa lahan yang memegang hak berdasarkan SKT Bupati Tahun 1974 serta Putusan PN No. 455/Pdt.G/2024/PN.Lbp tengah mengolah tanah menggunakan traktor.
Sunaryo alias Kelik diketahui sempat mendatangi lokasi, lalu pergi. Tidak lama kemudian ia kembali dengan membawa sebilah parang dan menunjukkan sikap agresif. Para saksi menyebut bahwa Kelik langsung mengeluarkan ancaman keras sehingga para pekerja traktor ketakutan dan menghentikan aktivitas.
Mendengar kabar bahwa penyewa lahan beserta para pekerja diancam oleh Kelik, Sucipto, S.H., M.H., selaku penasihat hukum pemilik lahan segera mendatangi lokasi untuk memastikan situasi dan memberikan pendampingan. Namun kehadirannya tidak meredakan ketegangan, karena Kelik kembali mengacungkan parang sambil mengeluarkan ancaman serupa.
Dalam wawancara eksklusif bersama TribuneIndonesia pada Minggu, 23 November 2025, yang dilakukan di kantor Sucipto, S.H., M.H. & Associates, Sucipto menjelaskan bahwa narasi sepihak yang menyalahkan polisi sangat tidak sesuai fakta. Ia juga menilai ajakan Restorative Justice (RJ) dari pihak LBH Kelik mengundang tanda tanya, sebab aksi pengancaman seperti ini telah berulang di lokasi yang sama.
Sucipto menerangkan bahwa pada pagi kejadian ia berada di kebun milik kliennya yang terletak di Batang Kuis – Pantai Labu Pasar II, Dusun 6, Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis. Ia melihat pelapor, Bener Sihombing, bersama dua orang lainnya sedang bekerja mengolah lahan. Tidak lama kemudian Kelik datang sambil berteriak dan mengeluarkan parang untuk mengusir para pekerja.
Ketegangan memuncak saat terjadi aksi saling dorong dan perebutan senjata tajam. Menurut keterangan Sucipto, S.H., M.H., Kelik sempat memasukkan parang ke sarungnya, namun ketika mereka berjalan ke arah daratan, parang tersebut kembali dihunus ke arah Bener Sihombing. Sucipto yang berada dekat lokasi langsung bereaksi hingga ia dan Kelik terjatuh. Parang berhasil direbut dan kemudian diserahkan ke Polsek Batang Kuis keesokan harinya.
Sucipto menegaskan bahwa ini bukan kejadian pertama. Pada masa tanam padi tahun sebelumnya, sopir traktor miliknya juga pernah diancam oleh Kelik. Namun laporan tidak jadi dibuat karena korban takut bertemu pelaku di jalan.
Berbeda dengan peristiwa sebelumnya, kali ini kejadian disaksikan langsung oleh Sucipto, S.H., M.H., sehingga laporan resmi segera dibuat oleh Bener Sihombing selaku pelapor.
Sucipto menjelaskan bahwa luas lahan yang kerap diganggu mencapai 16.500 meter persegi dan telah dikelola secara sah selama bertahun-tahun. Ia berharap proses hukum berjalan tuntas tanpa tekanan dari pihak mana pun.
Sebelumnya, penasihat hukum Sunaryo alias Kelik mengklaim bahwa kliennya adalah korban dan meminta penyelesaian melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Namun klaim tersebut dinilai keliru, menyesatkan, dan tidak berdasar, karena tidak didukung fakta lapangan maupun dokumen hukum.
Lebih jauh, sikap PH Kelik disebut sangat memalukan secara profesional karena mereka menyatakan tanah tersebut milik kliennya tanpa satu pun bukti alas hak. Faktanya, Kelik tidak memiliki sertifikat, SK tanah, surat jual beli, atau dokumen legal lainnya.
Dalam perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terkait penyerobotan lahan, Kelik juga telah dikalahkan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Putusan Nomor 455/Pdt.G/2024/PN Lbp secara tegas menempatkan Kelik sebagai pihak yang tidak memiliki hak atas tanah tersebut.
Narasi yang dibangun oleh PH Sunaryo alias Kelik dinilai tidak hanya menyesatkan publik, tetapi juga menunjukkan ketidakprofesionalan karena tidak memverifikasi legalitas tanah, tidak mempelajari dokumen perkara, dan gagal memahami kronologi ancaman di lapangan.
Berdasarkan bukti dan dokumen resmi, jelas bahwa lahan tersebut bukan milik Kelik. Justru Kelik yang masuk tanpa hak ke lahan orang lain sambil membawa parang dan melakukan pengancaman.
Polsek Batang Kuis di bawah pimpinan Kapolsek AKP Salija SH dan Kanit Reskrim IPDA Tabi’ul Hidayat bergerak cepat setelah menerima laporan. Polisi mengamankan barang bukti, memeriksa saksi-saksi, mengumpulkan dokumen hukum, serta mengamankan pelaku untuk mencegah konflik yang lebih besar. Langkah ini dinilai tepat, profesional, dan sesuai SOP.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa tidak semua narasi yang beredar adalah kebenaran. Fakta hukum harus dikedepankan daripada opini. Polsek Batang Kuis telah bertindak berdasarkan bukti, sementara temuan di lapangan semakin memperkuat dugaan bahwa Sunaryo alias Kelik adalah pelaku pengancaman bersenjata.
Publik diimbau tetap objektif, tidak mudah terpengaruh narasi yang tidak terverifikasi, dan selalu berpijak pada fakta hukum.
Ilham Gondrong
















