Banda Aceh | TribuneIndonesia.com
Sebuah video tak senonoh yang diduga dilakukan oleh pasangan asal Aceh menghebohkan jagat media sosial. Dalam video yang ditayangkan secara langsung (live streaming) melalui platform TikTok itu, tampak pasangan tersebut melakukan hubungan layaknya suami istri di hadapan ribuan penonton.
Ketua PENA PUJAKESUMA Aceh, Purnawirawan TNI Zulsyafri, didampingi Sekretaris M. Yusriaman, menyayangkan aksi bejat yang kini viral tersebut. Ia menilai, meski video itu menyebar luas dan mengundang kecaman masyarakat, namun pemberitaan di media justru sepi dan nyaris tak terdengar.
“Potongan adegan tak pantas itu kini beredar luas di berbagai platform media sosial. Mirisnya, selain ada yang mengecam, tak sedikit pula warganet yang justru memberikan dukungan terhadap tindakan cabul itu,” ujar Zulsyafri, dalam pernyataan resminya, Jumat (25/7).
Zulsyafri mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah membantu upaya identifikasi dan investigasi dengan melibatkan sejumlah awak media serta LSM. Mereka fokus mengumpulkan bukti berupa rekaman video asli, identitas akun pelaku, serta tangkapan komentar dari para penonton yang bisa menjadi saksi digital.
“Kami serius mendukung aparat kepolisian agar pelaku dapat diusut dan diproses secara hukum. Ini bukan hanya soal hukum positif, tapi juga menyangkut martabat Aceh sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai syariat Islam,” tegasnya.
Lebih jauh, PENA PUJAKESUMA menyesalkan lemahnya respons aparat penegak hukum, khususnya petugas Wilayatul Hisbah (WH) yang dinilai tidak tegas dalam menangani kasus-kasus asusila yang kini semakin marak di media sosial.
“Kami minta penegak hukum jangan hanya diam. Tangkap para pelaku, hukum seberat-beratnya. Jangan ada upaya penyelesaian damai dengan materai Rp10 ribu. Ini sangat keterlaluan dan telah mempermalukan seluruh masyarakat Aceh,” tegas Zulsyafri.
Ia juga menyinggung lemahnya pengawasan terhadap aktivitas media sosial di Aceh, yang menurutnya telah lama menjadi ruang bebas untuk perilaku maksiat dan ujaran kebencian.
“Kami bertanya-tanya, mengapa penegak hukum di Aceh seperti tak peduli? Atau justru menikmati tontonan itu? Ini harus dihentikan. Kerusakan moral di dunia maya sudah parah dan nyata,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Zulsyafri mengajak seluruh elemen, termasuk para ulama dan tokoh masyarakat, untuk lebih aktif dan tegas dalam menghadapi gelombang degradasi moral di ruang digital.
“Kami berharap para ulama dan elit Aceh lebih keras bertindak terhadap kejahatan moral di media sosial. Jangan biarkan generasi kita hancur karena abainya kita hari ini,” pungkas Zulsyafri.
















