Oleh : Chaidir (Capung)
TribuneIndonesia.com
Seratus hari sudah Bupati dan Wakil Bupati Bireuen hasil Pilkada 2024 menjalankan amanah rakyat. Biasanya, seratus hari pertama menjadi tolak ukur awal, meski tentu bukan penentu akhir, bagi publik untuk menilai arah kepemimpinan. Namun, di Bireuen, tanda-tanda kemajuan justru seperti tak berdenyut.
Istilah “mati suri” yang dilontarkan Wakil Ketua DPRK Bireuen, Surya Darma dalam sebuah tulisan di salah satu media online, terasa pahit, tetapi sulit dibantah. Lambannya roda pemerintahan menjadi sorotan tajam. Hingga awal Agustus 2025, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) murni masih 0 persen. Nol. Tanpa pergerakan.
Dampaknya jelas: ekonomi rakyat tersendat. Harga barang melambung tinggi, daya beli merosot, sementara program pembangunan yang seharusnya menjadi stimulus ekonomi tak kunjung berjalan. Publik tentu berhak bertanya: apa yang sebenarnya dikerjakan oleh eksekutif dan jajaran SKPK?
Kekhawatiran semakin beralasan ketika para kepala dinas terkesan menunggu instruksi bupati untuk bergerak, padahal pembahasan anggaran telah lama tuntas. Apakah mereka sibuk memikirkan isu mutasi jabatan ketimbang kewajiban melaksanakan program rakyat? Jika benar demikian, ini adalah cermin betapa orientasi pelayanan publik telah terkalahkan oleh kepentingan pribadi dan kelompok.
Pemerintahan daerah bukanlah panggung eksklusif bagi elite politik. Ia adalah mesin pelayanan dan pembangunan yang harus bekerja setiap hari, terlepas dari dinamika jabatan. Rakyat tidak bisa menunggu; perut tidak bisa menunda lapar; kebutuhan hidup tidak bisa dipending hingga pejabat selesai beradaptasi.
Seratus hari memang bukan masa yang cukup untuk menuntaskan semua janji kampanye. Namun, seratus hari adalah waktu yang cukup untuk menunjukkan arah, prioritas, dan keseriusan. Jika yang ditunjukkan justru kebekuan dan saling menunggu, wajar bila rakyat pesimis.
Kritik DPRK Bireuen bukanlah serangan pribadi, melainkan peringatan dini. Pemerintahan yang lamban berpotensi menggerus kepercayaan publik lebih cepat daripada masa jabatan itu sendiri. Kini, bola ada di tangan Bupati dan Wakil Bupati. Rakyat menanti langkah nyata, bukan alasan.
Karena dalam politik, seperti dalam hidup, waktu yang hilang tak akan pernah kembali. Seperti itu juga sebuah janji.
Penulis : Pernah menjadi sekretaris Remaja Mesjid Jami’ Bireuen (Agung), dan Penyiar disalah satu radio swasta Bireuen, kini aktif menulis lulusan ilmu manajemen dan kini sedang menyelesaikan studi Hukum Ekonomi Syariah.




 
					






 
						 
						 
						 
						 
						



