Belajar Keteladanan dari Jepang, Saat Kekuasaan Tak Dipegang Terlalu Lama

- Editor

Senin, 8 September 2025 - 00:11

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Chaidir Toweren

TRIBUNEIndonesia.com

Minggu (7/9) menjadi hari yang cukup mengejutkan bagi dunia politik internasional. Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan tertinggi di pemerintahan Jepang, meski belum genap satu tahun menjabat. Keputusan ini sontak menjadi sorotan global, bukan karena kegagalan, skandal, atau tekanan politik dari pihak oposisi, tetapi justru karena sebuah alasan yang jarang terdengar di panggung kekuasaan: memberi kesempatan kepada generasi yang lebih muda.

Dalam pernyataan singkatnya, Ishiba menyampaikan bahwa sudah waktunya bagi Jepang untuk membuka jalan bagi pemimpin muda dengan ide-ide baru, energi segar, dan perspektif masa depan. Sebuah pernyataan yang tampak sederhana, tetapi sarat makna dan filosofi yang dalam.

Jepang, sebagai negara dengan budaya kerja keras dan etika tanggung jawab yang tinggi, sering kali memberikan contoh-contoh sikap negarawan yang patut ditiru. Budaya “malu” yang melekat dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang, menjadikan para pejabat publik merasa bertanggung jawab secara moral ketika merasa tidak mampu memenuhi harapan rakyat. Dalam konteks ini, pengunduran diri bukan dianggap sebagai bentuk kegagalan, melainkan bentuk tanggung jawab tertinggi terhadap amanah rakyat.

Shigeru Ishiba tidak mundur karena terpaksa, tetapi karena menyadari bahwa regenerasi adalah sesuatu yang penting. Ia paham bahwa kekuasaan bukanlah kursi permanen yang harus dipertahankan sampai akhir hayat, melainkan sebuah amanah yang harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan untuk berpindah tangan saat dibutuhkan.

Fenomena ini terasa begitu kontras jika kita bandingkan dengan kondisi politik di Indonesia. Di negeri ini, masih banyak pejabat publik, baik di tingkat nasional maupun daerah, yang seolah-olah merasa bahwa hanya mereka yang mampu memimpin. Tidak jarang kita melihat tokoh-tokoh politik yang terus mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga, keempat, bahkan hingga belasan tahun memimpin tanpa memberikan ruang bagi kaderisasi.

Padahal, regenerasi adalah aspek penting dalam sebuah sistem demokrasi yang sehat. Tanpa regenerasi, maka yang terjadi adalah stagnasi. Ide-ide lama yang diulang, tanpa inovasi, tanpa semangat baru. Indonesia sebagai negara dengan populasi muda yang besar, semestinya memberi ruang lebih luas bagi generasi muda untuk turut serta dalam proses pengambilan kebijakan. Namun, realitanya, masih banyak yang beranggapan bahwa pengalaman semata adalah syarat utama untuk menjadi pemimpin. Padahal, dalam banyak kasus, pengalaman yang terlalu lama justru menjadi jebakan yang menghambat perubahan.

Baca Juga:  Reformasi Kurikulum Pendidikan Indonesia: Menuju Pembelajaran Berbasis Minat

Apa yang dilakukan Shigeru Ishiba seharusnya menjadi refleksi bagi para pemimpin di Indonesia. Bahwa kepemimpinan bukan soal lamanya masa jabatan, tetapi tentang seberapa besar kontribusi dan kesadaran akan waktu yang tepat untuk mundur. Ketika pemimpin memiliki keberanian untuk memberi jalan bagi yang muda, di situlah sesungguhnya kualitas kepemimpinan diuji.

Sayangnya, dalam kultur politik kita, mundur dari jabatan sering kali diartikan sebagai kekalahan atau aib. Tak jarang pula, mereka yang mundur justru dicibir atau dituduh tak mampu. Padahal, dalam banyak kasus, mundur adalah bentuk keberanian dan kebesaran hati yang tidak dimiliki semua orang.

Sudah saatnya Indonesia belajar dari negara-negara lain, termasuk Jepang, dalam membangun tradisi politik yang sehat dan beretika. Memang, tidak semua budaya bisa diadopsi begitu saja. Tetapi nilai-nilai universal seperti tanggung jawab, keikhlasan, dan keberanian untuk berubah harus bisa ditanamkan dalam sistem politik kita.

Generasi muda Indonesia tidak kekurangan kapasitas. Yang sering kali kurang adalah kesempatan. Maka dari itu, para pemimpin saat ini punya tanggung jawab moral untuk membuka jalan, bukan justru menutupnya rapat-rapat. Seperti kata pepatah: pemimpin sejati bukanlah mereka yang memimpin selamanya, tetapi mereka yang mampu menyiapkan pengganti yang lebih baik.

Keputusan Shigeru Ishiba mundur dari kursi Perdana Menteri Jepang adalah cermin dari sebuah budaya politik yang matang, dewasa, dan bertanggung jawab. Ia sadar bahwa kekuasaan bukanlah milik pribadi, melainkan milik rakyat yang harus dikelola dengan bijak. Di tengah kondisi politik kita yang masih banyak diwarnai oleh ambisi pribadi dan kekuasaan yang melekat terlalu lama, langkah Ishiba menjadi oase yang menyegarkan.

Semoga ini menjadi inspirasi bagi para pemimpin di Indonesia. Bahwa terkadang, langkah paling berani bukanlah terus maju, tetapi tahu kapan harus mundur demi kebaikan yang lebih besar. Dewasa ini banyak pemimpin, kepala dinas yang sedang bermasalah atau gagal dalam menjalankan fungsinya tetapi masih ambisi dalam mempertahankan jabatannya dengan sibuk mencari pembenaran dan mencari kambing hitam untuk di pesalahkan.

Budaya malu perlu dijunjung, Jepang dan Inggris adalah suatu contoh dimana rasa malu dan kegagalan suatu alasan kenapa kita harus berlapang dada untuk mundur dari jabatan yang sedang kita emban, jadi tak perlu demo dan mosi tak percaya hadir.

Berita Terkait

Kuat di Iman, Tegar di Tugas: Kunci Sukses Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho Bangun Humas Humanis dan Berjiwa Rohani
FEIBC Merayakan Kehangatan Keluarga dan Semangat Bangsa dalam Gathering Oktober 2025: Feiby Josefina Pimpin Semangat ‘Fun, Elegant, Inspiring’
Menanti KPK Membasmi Agen Izin Peubloe (IUP) Nanggroe di Bumi Serambi Mekkah
Asal Jadi! Revitalisasi SDN Cikayas 3 Digeruduk Sorotan — Pengawasan Lemah, Kualitas Diragukan, Kepala Sekolah Bungkam
Bagaimana Aku Takut pada Kemiskinan, Sedang Aku Hamba dari Dia yang Maha Kaya
Peran ibu bupati aceh timur di garis depan melawan stanting melalui Edukasi Perilaku Higienis dan racun lingkungan
Jebakan Komunitas “Iming-Iming Impian”: Cuci Otak Berkedok Peluang, Janjikan Mobil hingga Rumah Miliaran
“Jaksa Tidur, Koruptor Tertawa: Publik Desak Jaksa Agung Bongkar Kebekuan Hukum di Daerah”
Berita ini 101 kali dibaca
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Minggu, 2 November 2025 - 12:32

Kapolda Aceh Hadiri Pembukaan MTQ ke-XXXVII di Pidie Jaya

Minggu, 2 November 2025 - 07:50

Kapolda Aceh Hadiri Pembukaan MTQ ke-XXXVII di Pidie Jaya

Sabtu, 1 November 2025 - 23:58

Polres Pidie Jaya dan Unit Jibom Gegana Sterilkan Area Pembukaan MTQ Aceh XXXVII

Sabtu, 1 November 2025 - 13:12

Polres Sergai Gempur Galian C Ilegal, Satgas Khusus Razia Sungai Ular di Tengah Malam

Sabtu, 1 November 2025 - 12:01

Dirkrimsus Polda Banten Gelar Rakor Optimalisasi Peran PPNS, Dan Penyidik Polri Dalam Penegakan Hukum Yang Presisi

Sabtu, 1 November 2025 - 07:10

Kapolres Pidie Jaya Hadiri Pawai Taaruf MTQ Aceh XXXVII, Wujud Sinergi dan Semangat Kebersamaan Masyarakat

Jumat, 31 Oktober 2025 - 07:11

Polres Pidie Jaya Gelar Apel Pasukan, Pastikan Kesiapan Pengamanan MTQ Aceh XXXVII Tahun 2025

Jumat, 31 Oktober 2025 - 07:07

Polisi Tindaklanjuti Laporan Dugaan Penganiayaan Kepala SPPG di Pidie Jaya

Berita Terbaru

Pemerintahan dan Berita Daerah

Bidan Farida : Tidak Ada Pungli Dalam UPKP Kabupaten Deli Serdang Tahun 2025

Minggu, 2 Nov 2025 - 13:27

TNI dan Polri

Kapolda Aceh Hadiri Pembukaan MTQ ke-XXXVII di Pidie Jaya

Minggu, 2 Nov 2025 - 12:32

Perusahaan, Perkebunan dan Peternakan

Digelar di 2 Lokasi Berbeda, CFD Akan Diperluas ke Kecamatan Lain

Minggu, 2 Nov 2025 - 10:50

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x