Lubuk Pakam | TribuneIndonesia.com- Kamis Sore, 7 Agustus 2025, Pukul 03-30 wib,di depan Masjid Taqwa Lubuk Pakam, tersaji pemandangan yang begitu sederhana namun mampu menyentuh nurani siapa pun yang melihat. Seorang nenek renta tampak berdiri di pinggir jalan, tubuhnya membungkuk, langkahnya pelan, matanya menatap arus kendaraan yang ramai lalu lalang. Ia hendak menyeberang, namun dunia terasa terlalu cepat baginya.
Lalu, dari arah berlawanan, dua sosok berseragam seorang petugas Satpol PP dan satu lagi dari Dinas Perhubungan menghampiri. Tanpa banyak kata, mereka mendekat, menyapa lembut sang nenek, lalu menggandeng tangannya dengan penuh hati-hati. Dengan langkah perlahan namun pasti, mereka menuntunnya melintasi jalan, memastikan setiap kendaraan berhenti, memberi ruang bagi kasih sayang itu bekerja.
Tak ada sorotan kamera, tak ada aba-aba formalitas. Hanya sebuah momen kecil namun sarat makna. Di tengah rutinitas tugas dan seragam yang kerap diasosiasikan dengan ketertiban, hari itu mereka menunjukkan wajah lain: wajah kemanusiaan.
Kebaikan kecil ini mungkin tak masuk dalam laporan resmi tugas harian. Namun bagi sang nenek, itu mungkin adalah pertolongan yang tak akan pernah ia lupakan. Dalam usia senjanya, tubuh yang tak lagi kuat, ia tidak merasa sendiri. Masih ada tangan-tangan yang sudi menggandengnya, mata-mata yang peduli melihatnya, dan hati-hati yang luluh untuk sekadar membantu ia melintasi jalan.
Kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa empati masih hidup di tengah hiruk-pikuk kota. Satpol PP dan Dishub hari itu bukan sekadar petugas, mereka menjadi simbol bahwa tugas kemanusiaan tak kalah penting dari peraturan dan kedisiplinan. Mereka adalah pengingat bahwa kita semua adalah saudara dalam kehidupan ini terhubung oleh rasa peduli dan tanggung jawab sebagai sesama manusia.
Dalam dunia yang makin sibuk dan kadang lupa dengan hal-hal kecil, semoga momen ini menjadi cermin: bahwa di setiap langkah, masih ada ruang untuk berbagi kasih. Karena tak perlu hal besar untuk jadi manusia yang berarti cukup satu uluran tangan di saat yang tepat, pada mereka yang paling membutuhkan.
Ilham Gondrong
