Bitung, Sulut | Tribuneindonesia.com,
PT. ASDP Indonesia Ferry memberlakukan tarif masuk baru sebesar Rp6.000 untuk kendaraan roda dua di Pelabuhan Ferry Bitung. Selasa (05/08/25).
Kebijakan ini menuai protes warga yang menilai penetapannya dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat atau lembaga pengawas.
Pada karcis resmi yang dikeluarkan, tarif motor Golongan II tercantum sebesar Rp6.000. Namun, tidak ada penjelasan rinci mengenai dasar perhitungan atau apakah kebijakan ini telah melalui uji publik serta melibatkan otoritas terkait seperti Ombudsman atau DPRD setempat.
Sejumlah pengendara motor mengaku tidak pernah mendapat sosialisasi terkait kenaikan tarif.
“Ini seperti diputuskan diam-diam. Kami tidak dilibatkan sama sekali,”
ujar seorang pengguna yang enggan disebutkan namanya.
Kebijakan ini diduga melanggar UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya Pasal 9 dan 17, yang mewajibkan keterlibatan masyarakat dan transparansi dalam penetapan tarif.
Diketahui, UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juga disebut dilanggar karena masyarakat tidak mendapat akses informasi jelas terkait alasan dan proses penetapan tarif baru tersebut.
Sementara itu, Aktivis sosial Adrianto menegaskan, persoalannya bukan sekadar nominal, melainkan prinsip keadilan dan akuntabilitas.
“Pelabuhan jangan jadi alat bisnis yang membebani rakyat,”
tegasnya.
Kebijakan ini juga dipertanyakan kesesuaiannya dengan Perpres No. 16/2018 dan Permenhub No. PM 66/2019, yang mewajibkan konsultasi publik sebelum menaikkan tarif.
Masyarakat mendorong Ombudsman Sulut dan DPRD Bitung untuk mengaudit kebijakan ini. Mereka menuntut klarifikasi apakah prosedur penetapan tarif sudah sesuai aturan.
Tak hanya itu, Warga berharap pemerintah daerah dan pengelola pelabuhan membuka ruang diskusi dengan media serta lembaga pengawas guna memastikan kebijakan ini tidak merugikan publik.
Jika tidak ada kejelasan, publik mengancam akan memperkuat tekanan melalui jalur hukum dan aksi protes agar tarif ini dikaji ulang secara adil dan transparan. (*-Kiti)
















