Oleh : Mahfuddin
TribuneIndonesia.com
Dalam sejarah demokrasi lokal, tidak semua gerakan masyarakat sipil mampu meninggalkan jejak yang berarti. Banyak yang lahir dan padam hanya sebagai riak kecil yang terlupakan oleh arus besar politik. Namun, di Kota Langsa, sebuah aliansi bernama SOMASI singkatan dari Aliansi Masyarakat Sipil membuktikan bahwa keyakinan, dukungan rakyat, dan kemurnian niat dapat mengubah riak menjadi gelombang yang meninggalkan catatan sejarah.
SOMASI lahir bukan sebagai kendaraan politik, apalagi kepanjangan tangan kelompok tertentu. Mereka muncul dari kegelisahan masyarakat yang ingin melihat Pilkada Kota Langsa berjalan dengan jujur, adil, dan berpihak pada kepentingan publik. Sikap ini membuat SOMASI berbeda. Mereka tidak membawa agenda tersembunyi, tidak pula menunggu imbalan politik. Tujuan mereka jelas: mengawal proses demokrasi agar tidak keluar jalur.
Sejak awal, sebagian orang skeptis. Ada yang berkomentar bahwa aksi SOMASI hanyalah “angin lalu” yang akan hilang begitu Pilkada usai. Tuduhan bahwa gerakan ini akan sia-sia bahkan sempat mengemuka di berbagai forum. Namun, waktu membuktikan bahwa penilaian itu keliru. SOMASI tidak hanya bertahan, tetapi juga menorehkan capaian yang diakui banyak pihak, termasuk Walikota Langsa sendiri.
Momen pengakuan itu terjadi pada acara temu ramah perdana Walikota dan Wakil Walikota Langsa bersama insan pers. Di hadapan para jurnalis, Walikota menyampaikan ucapan terima kasih kepada SOMASI atas kontribusi dan perannya dalam proses Pilkada. Ucapan ini bukan sekadar basa-basi, melainkan pengakuan resmi bahwa peran masyarakat sipil seperti SOMASI adalah bagian penting dari keberhasilan demokrasi lokal.
Pengakuan ini menegaskan bahwa keberadaan gerakan sipil tidak selalu berakhir dengan benturan atau ketegangan. Justru, jika dijalankan dengan itikad baik dan argumentasi yang kuat, gerakan seperti SOMASI bisa menjadi mitra kritis pemerintah. Mereka menjadi cermin yang memantulkan realitas, termasuk kritik terhadap kebijakan yang melenceng, sekaligus memberikan saran untuk perbaikan.
Kini, menjelang 100 hari kerja Walikota dan Wakil Walikota Langsa, harapan publik terhadap SOMASI semakin besar. Periode 100 hari biasanya menjadi tolok ukur awal, di mana janji kampanye mulai diuji dengan kenyataan di lapangan. Masyarakat menanti langkah-langkah konkret, mulai dari pembenahan birokrasi, pelayanan publik, hingga pembangunan infrastruktur. Dalam konteks ini, peran SOMASI sebagai pengawas independen menjadi sangat penting.
Tugas mereka tidak mudah. Menjaga jarak dari kepentingan politik sambil tetap aktif memberikan kritik membutuhkan konsistensi, integritas, dan keberanian. Apalagi, dalam dinamika politik lokal, tidak sedikit pihak yang berusaha “merangkul” atau bahkan memecah belah gerakan sipil agar kehilangan tajinya. Di sinilah tantangan terbesar SOMASI: tetap berdiri tegak tanpa tergoda kepentingan jangka pendek.
Ke depan, SOMASI perlu memperkuat basis dukungan masyarakat. Kritik yang mereka sampaikan harus selalu dibarengi data dan argumentasi yang jelas, sehingga tidak mudah dipatahkan oleh narasi tandingan. Lebih dari itu, SOMASI juga harus mampu mengedukasi masyarakat tentang arti penting partisipasi publik dalam pemerintahan. Partisipasi tidak berhenti di bilik suara saat Pemilu atau Pilkada, tetapi berlanjut dalam mengawal jalannya pemerintahan sehari-hari.
Salah satu kekuatan terbesar SOMASI adalah independensi. Selama mereka mampu menjaga jarak dari pengaruh pihak tertentu, suara mereka akan tetap didengar dan dihargai. Apalagi, di era keterbukaan informasi seperti sekarang, masyarakat semakin cerdas dalam menilai mana kritik yang tulus dan mana yang hanya pesanan.
Bagi Walikota dan Wakil Walikota Langsa, keberadaan SOMASI seharusnya dipandang sebagai peluang, bukan ancaman. Kritik yang disampaikan secara konstruktif bisa menjadi masukan berharga untuk memperbaiki kebijakan dan kinerja pemerintahan. Dengan demikian, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil akan melahirkan tata kelola yang lebih baik, transparan, dan akuntabel.
Demokrasi yang sehat tidak lahir dari tepuk tangan semata, tetapi dari keberanian untuk mendengar suara yang berbeda. SOMASI telah membuktikan bahwa suara berbeda itu tidak harus dibungkam, melainkan diakomodasi sebagai bagian dari proses perbaikan. Langkah ini patut menjadi teladan bagi daerah lain, bahwa gerakan sipil yang murni dapat berjalan seiring dengan pemerintahan yang terbuka terhadap kritik.
Sejarah telah mencatat peran SOMASI di Pilkada Kota Langsa. Tugas berikutnya adalah memastikan bahwa catatan itu tidak berhenti sebagai kisah masa lalu. Mereka harus terus hadir, mengawal, dan menjaga agar pemerintahan tetap berpihak pada kepentingan rakyat. Tantangan akan selalu ada, tetapi selama ada dukungan masyarakat, SOMASI akan tetap menjadi gelombang yang mampu mengguncang, bukan sekadar riak di permukaan.
Demokrasi bukan tujuan akhir, melainkan perjalanan panjang. Dalam perjalanan itu, SOMASI telah membuktikan bahwa keberanian, kejujuran, dan dukungan rakyat adalah bekal yang cukup untuk meninggalkan jejak sejarah. Kini, tinggal bagaimana mereka menjaga api perjuangan itu tetap menyala, demi Kota Langsa yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada rakyatnya.(#)















